BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Kurikulum sebagai sebuah teknis
rancangan dalam membangun peradaban manusia bersifat dinamis. Dinamika sebagai
sifat dari kurikulum baik ditinjau dari parameter temporal ataupun spasial
cenderung bersifat eksponensial. Perubahan dinamika semakin hari semakin cepat
seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan spasial merujuk pada
jenjang, daerah ataupun cakupan untuk siapa kurikulum yang dimaksud diberlakukan.
Peradaban manusia yang dituju dan diinginkan oleh kurikulum yang dibuat
seyogyanya mempertimbangkan apakah kurikulum yang menciptakan peradaban ataukah
peradaban yang membutuhkan bentuk kurikulum tertentu.
Pengembangan kurikulum mengingat
dinamika baik dari subjek perkembangan ataupun objek ke arah mana kurikulum
akan di kembangkan memerlukan landasan yang dapat menopang kokohnya setiap
perubahan yang terjadi. Landasan filosofis, psikologis, Sosial budaya dan Ilmu
pengetahuan dan teknologi diyakini dapat menjadi sandaran yang melingkupi
berbagai perubahan yang terjadi. Landasan filosofis pada pengembangan kurikulum
berfungsi sebagai landasan untuk menentukan tujuan kemana kurikulum akan di
kembangkan. Filsafat sebagai landasan pengembangan kurikulum ini memiliki
beberapa aliran atau jenis yaitu Idealisme, realisme, Existensialisme,
Pragmatisme, Essensialisme dan Dekonstruksionisme. Artikel dari jurnal yang
direview mengambil tema tentang Essencist.
Aliran Essencist menganggap hal yang terpenting dalam kurikulum
adalah isi (content) mata pelajaran
yang tepat dan benar, Pada aliran Essencist bercorak konservatif, yakni sikap untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya manusia. Essencist ini menghendaki pendidikan yang
bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam
kebudayaan, dan nilai-nilai inilah yang hendaknya sampai kepada manusia melalui
sipilisasi dan yang telah teruji oleh waktu. Menurut teori Essentialist,
tujuan pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada
dalam “gudang” di luar ke dalam jiwa peserta didik, sehingga ia perlu dilatih
agar mempunyai kemampuan absorbsi (penyerapan) yang tinggi. Disini peran guru atau pendidik memiliki peran
yang sentral dalam menyampaikan warisan budaya dan sejarah seputar inti
pengetahuan yang terakumulasi begitu lama dan bermanfaat untuk peserta didik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurikulum menurut aliran ini bersifat subject centered, dimana guru sebagai
pusat pembelajaran yang lebih ditekankan pada keterampilan membaca, menulis dan
menyerap ide-ide demi mengembangkan mind peserta didik dan kesadaran akan dunia
fisik sekitarnya
- Tujuan Review Artikel dari Jurnal
Terakreditasi
- Memahami
filsafat sebagai landasan pengembangan kurikulum
- Memahami
aplikasi filsafat kedalam pengembangan kurikulum beserta problematika yang
terjadi
- Menganalisis
dan mensintesis permasalahan pengembangan kurikulum di negara lain
- Mengambil
makna dari penulisan artikel melalui kritisi
- Mengasah
‘pisau bedah’ agar tajam dalam menganalisis konsep yang dikemukakan orang
- Memprediksi
penerapan aliran filsafat yang paling tepat diterapkan di Indonesia
- Alasan menganalisis judul Artikel yang
dipilih
1. Menarik
sekali bahwa di Nigeria lebih memilih model Essenciest di banding aliran
filsafat lainya.
2. Mengambil
rasional mengapa Nigeria memilih aliran Essenscist, sehingga ketika aplikasi di
Indonesia tidak asal menggunakan aliran filsafat
3. Terdapat
kesamaan antara Nigeria dengan Indonesia yaitu masih banyak daerah yang sedang
berkembang bahkan terbelakang dan terisolir
BAB II
RINGKASAN JURNAL
A. Identitas Jurnal
- Nama
Jurnal : Journal of Educational and
Social Research (MCSER Publishing, Rome-Italy)
- Judul Artikel :
Philosophical Foundation Of Curriculum Development In Nigeria: The
Essencist Model
- Penulis :
- Samuel Asuquo Ekanem, Ph.D, LLB
(Hons),Bl
Department of
Educational Foundations and Administration, Faculty of Education Cross River University of Technology,
Calabar-Nigeria
email: samaekanem@yahoo.co.uk
- Ekeng Nyong Ekefre, Ph.D
Department of
Educational Foundations and Administration
Cross River
University of Technology, Calabar-Nigeria
- ISSN :
2239-978X (print)
2240-0524 (online)
- Doi : 10.5901/jesr.2014.v4n3p265
- Website
: http://www.mcser.org/journal/index.php/jesr/article/view/2721
- Ringkasan
1. Pendahuluan
Keputusan-keputusan mengenai kurikulum melibatkan pertimbangan yang luas
dilandaskan pada berbagai isu pada pendidikan. Isu-isu seperti kegunaan
belajar, sumber belajar, proses pembelajaran, karakteristik siswa dan lainya. Keputusan
demikian didasarkan pada keyakinan mendasar yang muncul dari seseorang mengenai
filsafat pendidikan. Aliran filsafat yang mempengaruhi kurikulum adalah
idealisme, Realisme, existesialisme, pragmatisme, essensialisme dan
dekonstruksionisme.
Mempelajari filsafat membantu
kita menangani nilai kepribadian dan keyakinan yaitu bagaimana kita mempersepsi
dunia disekeliling dan bagaimana mendefinisikan apa yang penting. Filsafat
mempengaruhi masyarakat dan institusi pembelajaran. Pada dasarnya filsafat
pendidikan mempengaruhi tingkat yang lebih besar penentuan keputusan-keputuasan
pendidikan kita. Pada kajian ini akan dilihat 4 aliran filsafat yang
mempengaruhi pengembangan kurikulum
namun pada kajian ini lebih menitikberatkan pada Essencist.
2. Kajian
Teori
a. Filsafat
dan Para Ahli Kurikulum
Filsafat dari para ahli kurikulum
diperoleh dari refleksi pengalaman hidup, akal sehat, latar belakang sosial ekonomi,
pendidikan dan keyakinan hidup seseorang. Semua itu dibangun tergantung pada
nilai, sikap dan keyakinan yang menahun. Perbedaan pandangan terjadi karena
ketika terjadi perbedaan keyakinan. Kadang guru dan kepala tidak bisa bekerja
sama karena perbedaan pandangan filsafat dalam pengembangan kurikulum dalam
jangka waktu yang lama.
Kematangan dan pemahaman
seseorang menunjukan tidak akan memposisikan dirinya lebih. Orang yang tidak
berpengalaman kurang bernilai hidupnya, demikian kata socrates. Sehingga
pengalaman menempa kerigidan
seseorang untuk lebih mempertimbangkan fakta, logika dan kecenderungan. Ahli
Kurikulum dapat sampai pada kesimpulan
berdasarkan kejadian atau pengalaman
sebaik munculnya logika superior yang menginspirasi perubahan.
b. Filsafat
sebagai Akar Utama Kurikulum
Fungsi filsafat dapat dilihat
sebagai akar utama kurikulum atau sebagai titik awal pengembangan kurikulum. Dalam
perpektif Dewey Filsafat memberikan sebuah bentuk makna dan pemahaman umum
kehidupan. Filsafatjuga mematri pola pikir dan
sebagaimana memformulasi mental dan sikap moral terhadap kesulitan
kehidupan bermasyarakat. Sangat jelas bahwa filsafat tidak hanya merupakan
titik awal untuk sekolah, ini sama penting dan mendasarnya untuk seluruh
kegiatan kurikulum. Dewey mengungkapkan bahwa pendidikan adalah
laboratorium yang mana perbedaan
filsafat menjadi nyata dan teruji.
Sesungguhnya tidak ada
perbincangan serius mengenai filsafat sampai menerima apa itu pendidikan. Dewey
mengungkapkan bahwa pendidikan tidak hanya menciptakan masyarakat dan pekerja
yang baik namun lebih dari itu yaitu untuk menjadikan manusia yang dapat hidup
seutuhnya.
Didalam evaluasi atau
pertimbangan pengaruh pemikiran filsafat pada kurikulum, terdapat berbagai
skema klasifikasi yang mungkin tanpa menyertakan keunggulan satu dengan lainya.
Keempat aliranfilsafat tersebut adalah Idealisme, realisme, pragmatisme dan
Esistensialisme.
3. Pembahasan
Essencisme Sebagai Model Alternatif
Filsafat di Nigeria
Analisis dari empat aliran
filsafat diatas yang sesuai dengan kurikulum dan penerapanya ditemukan beberapa
permasalahan yaitu:
a. Sifat
Asing dari Filsafat
Pemikiran dan penerapan filsafat
pada sistem pendidikan di Nigeria diimpor dari budaya lain. hal ini membuat
penerapanya di lingkungan Nigeria sangat sulit. Hal ini disebabkan filsafat
pendidikan tersebut merupakan hasil refleksi dari budaya masyarakat dan nilai
orang lain. Sebagai contoh Amerika dikenal dengan filsafat pragmatisnya dan di
Eropa menggunakan gabungan antara Idealisme, Realisme dan extensialisme.
Pertanyaanya mana yang merupakan filsafat Nigeria asli. Karena filsafat ini
berasal dari refleksi budaya dan nilai yang berbeda maka tidak dapat secara
sempurna cocok dengan pola dan nilai di Nigeria.
b. Landasan
Metafisik dari Pentingnya Filsafat.
Pandangan kritis terhadap seluruh
aliran filsafat yang mengungkapkan metafisik yang berbeda dengan yang di
Nigeria khususnya dan Afrika pada umumnya. Filsafat demikian memisahkan antara
manusia dengan alam, yang mana cenderung mempengaruhi prinsip-prinsip dan aturan
alamiah.
c. Kurangnya
Pemahaman yang Utuh pada Filsafat
Orang Nigeria tidak bisa
merasakan pemahaman penuh dan logika yang melekat dari filsafat tersebut.
Alasanya tidak ada negara yang
mengungkapkan rahasia pengetahuan dan kekuatanya.
d. Ketidakasesuaian
Filsafat-filsafat ini sangat
tidak cocok dengan Nigeria untuk menurunkan keuntungan yang mendasar
e. Dinamika
Filsafat
Perubahan pada filsafat merupakan
keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Implikasinya adalah bahwa filsafat terus
berubah selama bertahun-tahun dan padahal perubahan tersebut tidak dalam
rekaysa, Nigeria tampaknya bingung dengan bagaimana menerapkan dan
mengadaptasikan dengan perubahan ini dan sementara merenungkan dan berusaha
untuk belajar dan beradaptasi dengan perubahan baru, ada perubahan lain sudah
muncul dan hal ini menciptakan kebingungan di Nigeria.
4. Kesimpulan
dan Saran
Dari makalah jelaslah bahwa
terdapat hubungan antara filsafat dengan kurikulum. Ketika mengajar pertanyaan
yang muncul adalah filsafat apa yang digunakan untuk memperkenalkan isi materi.
Pertanyaan yang tidak terjawab. Sulit untuk meyakinkan untuk menerima ajuan
atau ide. Hal demikian karena filsafat merupakan titik awal dalam penentuan
kurikulum dan sebagai landasan untuk
seluruh keperluan kurikulum. Filsafat dari perpektif ini menjadi kriteria untuk
menentukan tujuan, seleksi, organisasi dan implementasi dari kurikulum di kelas.
Filsafat bahkan membimbing dalam
memberikan jawaban terhadap pertanyaan umum seperti apa itu sekolah, mata
pelajaran apa yang bernilai dan bagaimana seharusnya siswa mempelajari isi.
Kurikulum perlu sesuai dengan
filosofi sekolah dan masyarakat. Proses belajar mengajar dan kurikulum semua
terjalin dalam praktek sekolah dan harus mencerminkan sekolah dan filsafat
masyarakat. Dengan cara ini, filsafat menetapkan dirinya sebagai dasar
pengembangan kurikulum. Manakala ini
dilakukan dengan perspektif essencist, sifat ganda manusia dikembangkan,
sehingga terproyeksikan dimensi spiritual dan fisik manusia untuk membawa sifat
techno kreatif yang dijiwai oleh kognitif dan afektif.
BAB III
PEMBAHASAN .
- Ruang Lingkupcan Cakupan
Review terhadap artikel Philosophical
Foundation Of Curriculum Development In Nigeria: The Essencist Model dari Journal of Educational and Social Research
MCSER Publishing, Rome-Italy didasarkan atas kesesuaian dengan kajian
penulis dalam menyampaikan makalah mengenai Landasan Pengembangan Kurikulum.
Pada makalah yang disampaikan penulis menyampaikan empat landasan pengembangan
kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial budaya dan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sesuai dengan makalah yang disampaikan pada review
ini kajian yang di dalami adalah mengenai landasan filosofis yang lebih menukik
lagi pada aliran filsafat model essensist yang di aplikasikan di Nigeria. Meskipun
pada artikel disampaikan juga mengenai empat aliran filsafat lain yang di
gunakan di Amerika dan Eropa yaitu: idealisme, Realisme, pragmatisme,
existesialisme.
Pada Jurnal dibahas mengenai
aliran pertama adalah Filsafat Idealisme
yang memiliki pengertian sebagai doktrin bahwa materi merupakan suatu ilusi dan yang merupakan realitas
adalah mentalitas. Kemenangan moral dan mental sebagai dasar dari penjelasan
dunia sebagai hasilnya, hal mana nilai menjadi mutlak, tak terbatas waktu dan
universal.
Guru memiliki fungsi sebagai
model abadi, begitu juga sekolah seharusnya direkayasa sedemikian rupa
mengajurkan hanya pada demonstrasi nilai abadi.Filsafat idealisme meyakini
bahwa perilaku manusia merupakan
perbandingan sejauh kesesuaianya dengan hukumalam dan menurut bimbingan hukum
sosial. Ketika diterapkan pada pendidikan akan terdapat manifestasi terhadapide
tersebut sebagai filsafat pendidikan yang mungkin.[1]
Pandangan Sudrajat mengenai
Idealisme adalah suatu sebagai suatu pandangan dunia atau metafisik yang
mengatakan bahwa realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat hubungannya
dengan ide, fikiran atau jiwa. Dunia mempunyai arti yang berlainan dari apa
yang tampak pada permukannya. Dunia difahami dan ditafsirkan oleh penyelidikan
tentang hukum-hukum fikiran dan kesadaran, dan tidak hanya oleh metoda ilmu
obyektif semata-mata.
Pendapat lain mengatakan bahwa Filsafat
ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra-natural dari Tuhan.
Boleh dikatakan semua agama menganut filsafat idealisme. Filsafat ini umumnya
diterapkan disekolah yang berorientasi religius. Semua siswa diharuskan
mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan membaca kitab suci. Biasanya
disiplin termasuk ketat, pelangggaran diberi hukuman yang setimpal bahkan dapat
dikeluarkan dari sekolah.namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan
dengan menetukan satandar mutu yang tinggi. Nigeria tidak menerapkan filosofis
idealisme ini karena boleh jadi religiusitas negara yang relatif kurang tinggi.
Aliran filsafat yang kedua adalah
Realisme, menurut aliran filsafat ini pendidikan merupakan materi dari realitas
bukan kan sekedar spekulasi.Ketika diterapkan pada pendidikan, merupakan
tanggung jawab paling dasar seorang guru kemudian menerapkan pemberian kepada
siswa pengetahuan dunia dimana dia akan hidup. Pada kasus ini apa yang siswa
dari berbagai disiplin ilmu buka menjadi pengetahuanya. Sama seperti idealis,
realist juga menekankan bahwa pendidikan seharusnya menunjukan nilai yang
permanen dan abadi dari satu generasi ke generasi lainya. Realist melihat bahwa
guru sebagai sumber yang benar dan memiliki otoritas terhadapkurikulum, tidak
seperti idealist, bahwa pandangan klasik mata pelajaran sebagai subjek idela
seharusnya di pelajari.
Pandangan lain mengenai aliran
filsafat ini mengetakan bahwa Real berarti yang aktual atau yang ada, kata
tersebut menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang
sungguh-sungguh, artinya yang bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam
pikiran. Real menunjukkan apa yang ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda
yang real atau yang ada, yakni bertentangan dengan yang tampak. Dalam arti
umum, realism berarti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi
bukan kepada yang diharapka atau yang diinginkan.
Dalam arti filsafat yang sempit,
realisme berarti anggapan bahwa obyek
indra kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan
bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan
pikiran kita. Bagi kelompok realis, alam
itu, dan satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan
yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha untuk melakukan hal ini, bukan
untuk menafsirkannya menurut keinginan atau kepercayaan yang belum dicoba
kebenarannya.
Aliran filsafat ketiga adalah Pragmatisme, sebagai d filsafat,
pragmatisme menancapkan pada pentingnya nilai, proses dan relativitas ketika
secara jelas menyinggung pada fakta bahwa nilai dari suatu ide tergantung pada
konsekuensi aktualnya. Konsekuensi aktual merupakan aspek penting dari
pembelajaran.
Pendapat lain mengatakan bahwa Aliran ini juga disebut aliran
instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah
buatan manusia berdasarakan pengalamannya.[2]
Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif (sementara) dan dapat
berubah. Tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan,
melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna
memecahkan masalah. Pengetahuan yang diperoleh bukan dengan mempelajari mata
pelajaran, melainkan karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan
masalah.
Aliran yang keempat adalah Existensialisme, merupakan doktrin yang
memegang bahwa tidak ada nilai diluar manusia, dan manusia bertanggung jawab
terhadap atas konsekuensi pilihannya. Sebagai filsafat eksistensialism
menyarankan bahwa pelajar seharusnya ditempatkan kedalam suatu nomor atau
pilihan, membuat situasi, menerapkan bahwa siswa seharusnya diberikan kebebasan
untuk memilih cara bagimana dia belajar. Hal ini didasarkan atas kenyataan
bahwa pendidikan harus berpatokan pada persepsi dan perasaan individu agar bisa
memfasilitasi pemahaman reaksi individu atau respon pada situasi kehidupan.
Istilah eksistensialisme
dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976).
Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari
metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Munculnya
eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Kiergaard
Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab pertanyaan “Bagaimanakah
aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi
krisis eksistensial (manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan
jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang
autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam
kehidupan. Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk
menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”. Jawabannya
manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri
secara jujur dan berani.
Eksistensialisme merupakan
filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia
dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme
adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat materialisme
bahwa manusia adalah benda dunia, manusia itu adalah materi, manusia adalah
sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan manusia menurut idealisme
adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai suatu kesadaran.
Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus berpangkalkan
eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang
kongkrit.
- Metode Penelitian
Kajian terhadap aliran filsafat
yang digunakan di Nigeria tidak dinyatakan secara explisit, penulis menduga
penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk kualitatif dengan studi literatur yang
ada dalam daftar pustaka. Alasanya adalah baik dalam abstrak maupun dalam
pembahasan tidak diungkapkan sistematika bagaimana memperoleh data, penggunaan
metodologi dalam penarikan kesimpulan.
- Kerangka Berpikir Penulis Artikel
Penulis Artikel memulai
pemikiranya dari hakikat, cara filsafat di
dapat dan manfaatnya dalam kurikulum. Berikut kerangka berfikir yang digunakan
dalam artikel ini
1. Hakikat
filsafat dalam kurikulum adalah bahwa
filsafat merupakan akar utama dari kurikulum.
2. Filsafat
pendidikan bersumber pada perenungan dan pengalaman dari proses belajar mengajar
yang bertahun tahun dilakukan oleh para ahli pendidikan.
3. Filsafat
memiliki kemanfaatan sebagai pemberi bentuk dan makna dari pembelajaran
Lima model aliran yang di uraikan yaitu, idealisme, realisme,
pragmatisme dan esistensialisme serta essensist, penulis artikel mengungkapkan
model aliran essencist yang di gunakan di Nigeria. Penggunaan moled aliran
essencist ini dikarenakan penggunaan keempat model lainya memiliki berbagai
permasalahan yaitu: Sifat Asing dari Filsafat, Landasan Metafisik dari Pentingnya
Filsafat, Kurangnya Pemahaman yang Utuh pada Filsafat, Ketidakasesuaian dan
Dinamika Filsafat. Penggunaan filsafat essencist cocok diterapkan di nigeria
karena aliran essencist berasal dari kata essence yang berarti elemen dasar
atau utama pembentuk sesuatu, sesuatu yang dimaksud adalah alam. Jadi
modelaliran essencist sesuai dengan
masyarakat Nigeria yang sangat dekat dengan alam.
- Kritik
1. Tujuan
dari penulisan artikel adalah untuk membangun landasan filosofis kurikulum dari perspektif
essencist, namun dalam pembahasanya penulis lebih cenderung kepada
pemilihan model essenciest sebagai model
yang sesuai untuk kondisi Nigeria.
2. Jika
penulis artikel sangat fokus pada tujuan sebagaimana diungkapkan pada akhir
abstrak maka akan lebih mengena jika konstruk mengenai model essencist lebih
banyak sampai jelas baik secara konseptual maupun data empiris penggunaan serta
hasil evaluasi sehingga diperoleh ground
theory.
3. Jika
penulis menganalisis dan menjustifikasi bahwa model aliran filsafat yang sesuai
di Nigeria adalah essenciest maka penelitian evaluasi seharusnya menjadi
pilihan dalammelaksanakan penelitian ini.
4. Artikel
yang di tulis lebih cenderung makalah kajian literatur
5. Penggunaan
model aliran esseciest yang diunggulkan oleh penulis artikel didasarkan atas
masalah-masalah jika menggunakan keempat model lainya namun tidak diungkapkan
lebih banyak keunggulan model essenciest serta pada masyarakat seperti apa
keempat model sesuai digunakan.
6. Penulisan
artikel tidak menggunakan citasi sehingga pembaca sulit menelusuri suatu
pendapat apakah bersumber dari penulis atau dari pendapat seseorang yang dapat
diakses.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Artikel
yang direview ini bertujuan untuk membangun landasan filsafat kurikulum
dari perspektif essencist. Essenciest sangat sesuai diterapkan di
nigeria karena masyarakat Nigeria sangat dekat dengan alam. Penerapan model
lain seperti idealism, realism,pragmatism dan exixtesialism kurang sesuai
karena menimbulkan permasalahan-permsalahan. Filsafat sebagai akar utama dalam
pengembangan kurikulum diperoleh dari pengalaman dan perenungan bertahun
tahun mempunyai manfaat sebagai pemberi
bentuk dan makna abadi dari pebelajaran.
Artikel
sangat baik jika dilakukan penelitian mengenai kesesuaian antara model model
aliran filsafat dengan karakteristik suatu masyarakat. Sehingga suatu lembaga
yang memahami kondisi karakteristik masyarakatnya menggunakan model aliran
filsafat dengan mudah. Penelitian dalam bentuk evaluasi terhadap model aliran
filsafat pada suatu negara sangat baikdi publikasikan sehingga menjadi
referensi bagi dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014.
Gagne, Robert M. The Condition of Learning.
New York: Holt, Rinehart adn Winston, 1965.
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan
Kurikulum. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2009.
McNeil, John. Curriculum :A Comprehensif
Introduction Fifth Ed. New York: Collins College Publishers, 1996.
Mudyahardo, Redja. Landasan-Landasan Filosofis
Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, 2001.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Prof.%20Dr.%20Ajat%20Sudrajat,%20M.Ag./BAB%20%203%20-20FILSAFAT%20IDEALISME%20DAN%20REALISME.pdf
akses 18 April 2015
https://www.academia.edu/6945981/Asas_Filosofis_pengembangan_kurikulum
akses 18 April 2015
https://myfilsafat.wordpress.com/category/aliran-eksistensialisme/
akses 18 April 2015
No comments :
Post a Comment