Pembelajaran
orang dewasa menjadi lebih marak setelah adanya situasi Covid-19, bukan hanya
sekedar sharing informasi yang
belakangan banyak dibumbui hoax tetapi lebih kepada pendekatan ilmiah dimana
berbagi informasi dilakukan melalui teleconfrence menggunakan berbagai aplikasi
online. Tidak sedikit guru-guru muda yang bersemangat berbagi pengetahuan
menjadi kecewa karena peserta menjadi semakin berkurang padahal dia menganggap
bahwa ilmu yang akan di tebarkanya sangat bermanfaat bagi pembelajaran peserta
didik pada saat ini. Para guru merasa sudah tulus ikhlas dalam berbagi
pengalaman bahkan dalam setiap pertemuan pun selalu rendah hati dengan
mengucapkan kalimat “Bpk/ibu saya tidak bermaksud mengajari, ini hanya sekedar
berbagi mudah mudahan ada manfaat bagi pendidikan anak didik kita”.
Fenomana
lain adalah kecenderungan para kepala sekolah untuk kompetensi
supervisinya, lebih suka dengan
mendelegasikan tugas supervisi kepada guru yang dianggap sudah pantas. Padahal
guru senior sekalipun belum memperoleh konsep, teori baik tentang metodologi,
teknik strategi dan model supervisi bahkan teori pembelajaran orang dewasa.
Sehingga alih alih supervisi sebagai bantuan profesional malah menjadi
rutinitas tanpa makna karena supervisi yang diketahuinya hanya class visit
dengan memeriksa administrasi pembelajaran diawal, observasi pembelajaran dan
mengarahkan pada akhir pertemuan. Permasalahan yang paling substansi pada
supervisi akademik itu sendiri yaitu andragogi malah luput dari perhatian.
Maka
pada kesempatan kali ini tidak ada salahnya jika penulis mengajak pembaca untuk
merenung tentang pembelajaran orang dewasa yaitu dengan mencoba menggali konsep
andragogi, heutagogi dan paragogi. Parameter yang digunakan untuk membedakan
ketiga pendekatan tersebut adalah independensi,sumber belajar, alasan untuk
belajar, fokus pembelajaran, motivasi
dan peran guru. Diharapkan setelah menelaah tulisan ini pada setiap vicon yang
ditawarkan melalui flyer pesertanya banya, begitu juga guru-guru senior disukai
oleh junior pada ketika memperoleh tugas mensupervisinya.
1. Andragogi
Knowles
dalam Aspel (2003: 1)1 mendefinisikan
andragogy sebagai seni dan sains membantu orang dewasa belajar. Seni berkaitan
dengan rasa dan keindahan dibangun oleh otak kanan sedangkan sains berhubungan
dengan logika, pola-pola tertsruktur dan sistematis, dibangun oleh otak kiri.
Kedua bahan dasar pembangun andragogy ini harus menyatu dalam kaidah bantuan bukan instruksi ataupun
transfer ilmu. Bantuan itu tidak bersifat superior namun inferior, hadir
manakala dibutuhkan. Subjek dari bantuan adalah orang dewasa yaitu orang yang
sudah banyak mengetahui, mengalami, merasakan dan menjalani kehidupan yang
tentu saja berbagai disiplin ilmu pengetahuan sudah disinkronkan dengan
karakternya.
Selwa
Alkadhi (2004:5)2 mengungkapkan karakteristik bagaimana orang dewasa belajar
yaitu dalam pembelajaran, orang dewasa mengambil tanggung jawab. Dalam
perfektif orang dewasa keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh
catatan instruktur saja.
a. independensi,
Orang
dewasa memiliki kebebasan secara otonom untuk mengarahkan dirinya dalam
belajar. Orang dewasa menentukan sendiri subjek apa yang dirasa masih kurang
kompeten dan ingin mencapainya dengan cara yang diinginkanya. Karena pada
dirinya sudah jelas motivasi, orientasi belajar, pengalaman yang dimilikinya
sebagai bekal serta kesiapanya sejauh mana.
b. sumber belajar,
Sumber
belajar orang dewasa bisa berasal dari pengelamanya atau pengalaman orang lain.
Pada saat ini kalau secara teoritik sangat banyak sumber belajar baik bacaan
ataupun audio visual. Sehingga sering ketika ada acara vicon tentang suatu tema
misalkan narasumber ingin memperkenalkan suatu aplikasi tertentu, maka tidak
sedikit orang dewasa cukup melihat nama aplikasi kemudian secara otodidak
mempelajari sendiri dihubungkan dengan pekerjaanya. Begitu juga seorang
supervisor jika supervisee nya memang mahir dalam bidang IT tidak perlu diajari
cukup difasilitasi, dipersuasi dan di motivasi untuk mempelajari aplikasi
tersebut maka supervisee akan bertanggung jawab belajar dengan sendirinya.
c. alasan untuk belajar,
Orang
dewasa hanya akan belajar jika menurut pengalamanya memerlukan ilmu pengetahuan
atau keterampilan yang akan diajarkan oleh instruktur. Jika menurut
pengalamanya tidak diperlukan secara praktis untuk efektifitas dan efisiensi,
tentu saja tidak akan mau belajar materi tersebut. Jadi perlu menyampaikan
banyak untung rugi terhadap suatu materi yang akan disampaikan.
d. fokus pembelajaran,
Pembelajaran
orang dewasa berupa penugasan atau berpusat pada masalah, masalah-masalah yang
diberikan sangat erat kaitanya dengan kepentingan keseharian pekerjaan orang
dewasa.
e. motivasi dan peran instruktur
Motivasi
muncul dari dalam diri yang diakibatkan dari
peningkatan harga diri dan pengakuan akan hadir dari kesuksesan
penampilan. Dengan demikian pada
pembelajaran orang dewasa bukan tidak perlu banyak pujian dan pembangkitan
motivasi secara verbal namun lebih kepada pemberian kesempatan agar yang
bersangkutan bisa lebih sering menampilkan performance terbaiknya sehingga
dengan sendirinya terbangun motivasi yang kuat.
2. Heutagogi
Muiz (2007:12)3 mengungkapkan bahwa Heutagogi adalah self determined learning atau
pembelajaran yang ditentukan sendiri. Heutagogi merupakan perluasan dari
metode pembelajaran andragogi dan pedagogi. Dalam Heutagogy, pelajar adalah
agen utama dalam perolehan pengetahuan dan orang yang tepat untuk memulai
proses pembelajaran. Kata kunci yang paling cocok untuk menjelaskan heutagogi
adalah belajar melalui pengalaman sendiri.
Senada
dengan Muis, Hase, S. and Kenyon, C. (2000) menyampaikan bahwa: “Heutagogy is
the study of self-determined learning … It is also an attempt to challenge some
ideas about teaching and learning that still prevail in teacher centred
learning and the need for, as Bill Ford (1997) eloquently puts it ‘knowledge
sharing’ rather than ‘knowledge hoarding’. In this respect heutagogy looks to
the future in which knowing how to learn will be a fundamental skill given the
pace of innovation and the changing structure of communities and workplaces.”
Atau
kira kira terjemahan bebasnya adalah “Heutagogy adalah studi tentang belajar
yang ditentukan sendiri, Hal ini merupakan upaya untuk menentang beberapa
gagasan tentang pengajaran dan pembelajaran yang masih berpusat pada guru,
sebagaimana yang dikatakan Bill Ford (1997) yang mengungkapkan bahwa
pembelajaran harus lebih kepada 'berbagi pengetahuan' daripada 'transfer pengetahuan'. Dalam hal ini
Heutagogi melihat ke masa depan di mana mengetahui cara belajar akan menjadi
keterampilan mendasar mengingat laju inovasi dan perubahan struktur komunitas
dan tempat kerja."
Pada
masa Covid-19 ini maraknya vicon merupakan sarana berbagi antara satu guru
dengan guru lainya yang biasanya masing masing sudah terhimpun dalam komunitas
komunitas tertentu. Pembicaraan cenderung musiman dalam arti ramainya sosial
masyarakat sedang dimana ke arah itulah berbagai sharing diarahkan misalnya pembelajaran daring saat
covid-19 ini menjadi trend yang tidak bisa dipungkiri. Pendidika ramai
membicarakan berbagai aplikasi pembelajaran berbasis daring. Dengan banyaknya
flyer yang beredar pendidik yang akan menerima sharing menentukan konten apa
yang disukai dan diikuti dalam acara vicon yang dipelopori oleh seamolec pada
awal mulanya itu.
Kondisi
demikian seharusnya manjadi sama dengan paradigma supervisi yang dilaksanakan
oleh guru senior kepada juniornya. Beberapa guru senior sebaiknya selain
mengusai seluruh model atau metode supervisi juga memiliki kepakaran pada satu
atau dua jenis metode supervsisi untuk kemudian sharing secara terjadwal
melalui FGD dengan rekan supervisor lainya.
a. Keterikatan ,
Pembelajar
Heutagogi bebas, mereka meindentifikasi potensi pengalaman baru sebagai hal
yang biasa, mereka dapat mengelola pembelajaranya sendiri. Sesungguhnya pembelajar akan sangat
tertarik kepada sesuatu yang baru, menantang dan memberikan sudut pandang lain
dari pengalaman yang sudah diperolehnya. Oleh karen itu pada pendidikan dan
latihan sejatinya di setiap awal sebelum dimulai ada istilah Training Need
Assesment (TNA) yaitu untuk mengetahui
apa yang sudah dipelajari, apa yang belum pernah dipelajari serta apa saja yang
dirasa sangat perlu untuk dipelajari saat itu. Dari TNA tersebut kemudia di
rekapitulasi konten apa yang paling banyak dibutuhkan oleh peserta Diklat.
Tanpa ada TNA Diklat terhadap orang dewasa akan hambar dan cenderung
formalitas.
b. sumber belajar,
Alternatif
Sumber belajar pada Heutagogi diberikan oleh instruktur namun pembelajar yang
menentukan jalan mencapai tujuan pembelajaran melalui negosiasi. Seperti halnya
pada Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) seorang guru yang sudah
mengetahui dimana kekuranganya dan sekolah menyediakan fasilitas pemenuhan
tersebut seperti buku di perpustakaan, laboratorium komputer, Wifi, guru senior
pembimbing, IHT/Workshop namun seharusnya guru yang bersangkutan yang
menentukan dengan jalan apa akan memperoleh kompetensi yang dirasa masih
kurang. Pada saat ini ketika ada IHT/Workshop seluruh guru harus mengikuti
tidak peduli apakah guru tersebut pada tingkatan mana pemahamanya terhadap
materi Diklat tersebut.
c. alasan untuk belajar,
Pembelajaran
tidak penting direncanakan secara linerar, pembelajaran tidak penting juga
didasarkan kepada kebutuhan namun lebih kepada identifikasi potensi situasi
baru. Sangat beda pada pembelajaran paedagogi pembelajaran difokuskan pada
konten yang akan dikaji sehingga segala sesuatu cenderung selalu dikembalikan
kepada rencana pembelajaran yang berbasis pada pencapaian kompetensi. Namun
pada Heutagogi pembelajaran lebih mengalir, fokusnya justru dicari selama awal
pembelajaran dengan mengidentifikasi situasi yang paling baru, lebih praktis,
lebih efisien sebagai pengalaman baru.
d. fokus pembelajaran,
Pembelajar
dapat memecahkan masalah pembelajaran secara proaktif. Pembelajar menggunakan
pengalamanya sendiri dan pengalaman orang lain serta pengolahanya melalui
refleksi, telaah lingkungan, interaksi sosial dan proaktif sebaik mungkin untuk
memecahkan berbagai persoalan. Pada intinya pembelajar tidak hanya an sich
mempelajari konten materi pembelajaran namun dari perenungan dan interaksi
dengan pembelajar yang lain diolah bersama pengalamanya sehari hari akan
mengasilkan berbagai ilmu dan pengetahuan serta pengalaman baru yang tentunya
bermanfaat dalam pemecahan berbagai persoalan.
e. motivasi dan peran instruktur
Efikasi
diri, pengetahuan bagaimana belajar, kreatifitas, kemampuan untuk menggunakan
kualitas terkini untuk bekerjasama dengan orang lain. Efikasi Diri adalah suatu
keyakinan atau kepercayaan diri individu mengenai kemampuannya untuk
mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan
sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk mencapai kecakapan tertentu.
Semakin tinggi efikasi diri seseorang semakin tinggi juga motivasi untuk
mempelajari sesuatu dengan syarat seluruh kepentinganya akan terpenuhi dengan
pembelajaran tadi. Permasalahanya bagaiman instruktur bisa menstimulasi agar
potensi pembelajar bisa terpantik.
3. Paragogy
Menurut
Joseph Cornelli dan Charless Jefrey Danoff (Ano:4)4 Paragogi berasal dari para diartikan alongside atau disamping dan gogy dari kata agogos yang berarti
leading atau memimpin. Secara tersurat keduanya mengatakan bahwa: “Peer
learning is an educational practice in which students interact with other
students to attain educational goals.” Dalam terjemahan bebasnya dapat
diartikan bahwa Pembelajaran sebaya adalah praktik pendidikan di mana siswa
berinteraksi dengan siswa lain untuk mencapai tujuan pendidikan.”
Menurut
Vygotsky dalam Amin terdapat lima prinsip dalam paragogy ini yaitu: hak bicara,
hak didengarkan, hak mendengar, hak kerjasama dalam pilihan proliferasi dan hak
memimpin bersama dalam pengambilan
keputusan.
a. Keterikatan,
Pembelajaran
melalui paragogi mimiliki derajat kebebasan yang besar. Tidak ada istilah guru
dan siswa tapi lebih kepada partner sebaya.
Pembelajaran melalui paragogi adalah meta-learning setelah selesai percakapan seseorang boleh
jadi tidak merasa sudah belajar dan memperoleh banyak pengetahuan namun pada
bawah sadarnya sudah terkonstruk konsep konsep baru.
b. sumber belajar,
Sumber
belajar bisa dari berbagai hal yang disepakati atau tidak disepakati
c. alasan untuk belajar,
Seseorang
melakukan pembelajaran melalui peer to peer tidak harus berdasarkan skenario
sangat boleh jadi untuk orang dewasa karena kepentingan yang sama atau diawali
dari diskusi yang intesif jika pembelajaran paragogi dilakukan dalam suatu
komunitas yang lebih besar bisa dikarenakan on scenario dan mengacu pada suatu
tujuan pembelajaran tertentu.
d. fokus pembelajaran,
Fokus
pembelajaran bisa ditentukan oleh instruktur atau bisa karena maksud kedua
orang yang sedang belajar dan mengalir saja bahkan sering berpindah dari suatu
topik ke topik lain.
e. motivasi dan peran instruktur
Peran
instruktur pada pembelajaran peer to peer learning jika dalam bentuk banyak
pasangan maka sebatas konten dan tujuan pembelajaran sedangkan jika sepasang
saja tidak ada yang berlaku satu instruktur dan yang satu lagi siswa tetapi
keduanya dalam keadaan yang setara.
Kesimpulan
Andragogi
merupakan pembelajaran orang dewasa yang akan belajar jika tertarik dengan
sesuatu yang sesuai dengan kebutuhanya secara bebas dan bertanggung jawab
bahkan terhadap proses pembelajaran itu sendiri. Motivasi pembelajar akan
bangkin manakala pembelajar dapat menampilkan performance yang terbaik.
Heutagogi merupakan pembelajaran yang ditentukan sendiri oleh pembelajar baik
korten cara dan keberhasilan, sedangkan Paragogi adalah pembelajaran antara dua
pembelajar atau peer to peer. Ketiga pembelajaran yaitu andragogi, heutagogi
dan paragogi baik untuk digunakan dalam pembelajaran orang dewasa dengan
menggunakan berbagai aplikasi yang sedang trend saat ini.
Referensi
Aspell.D.D (2003). Andragogy: Adult Learning. San
Antonio, TX, Texas: University of Texas. Unpubllished paper
Alkadhi Selwa. Learning Theory: Adult Education.
Andragogy. California State University Monterey Bay.
Cornelli Joseph, Charless Jeffrey Danoff. Paragogy: Synergizing
individual and organizational learning. Knowledge Media Institute, The Open
University. UK.
No comments :
Post a Comment