Penerapan Standar Sarana dimana jumlah siswa maksimum 32 siswa perkelas tidak semuasekolah menerapkan. Banyak alasan yang bersumber pada manajemen yang kurang taat azas. Pada sekolah-sekolah negeri yang besar boleh jadi karena ada pejabat-pejabat, tokoh masyarakat atau orang-orang pragmatis lainya yang menitipkan anak-anaknya sehingga harus ada kelas tambahan. Bahkan tidak sedikit sekolah yang meski sudah di tetapkan untuk SMA maksimum 27 Rombel, namun menambahnya lagi. Ironi pendidikan yang menjadi komoditas ekonomis dan kekuasaan. Pada beberapa SMK negeri merekrut siswa seperti gurita, meskijumlah kelas tidak mencukupi namun memaksakan diri,semua orang bisa membaca bagaimana kompetensi pengelolaan kepala sekolah yang demikian. Ketika ditanya, alasanya sebagai umpan untuk memperoleh bantuan RKB dari pemerintah.
Hal demikian berarti siswa dijadikan percobaan, karena siswa dibuat 2 sift pagi dan sore. Lebih ironis lagi jika hal ini dilakukan pada sekolah sasaran yang mana menggunakan kurikulum 2013 dengan beban belajar 48 jam pelajaran/ minggu untuk SMK. Mereka biasa mengakali dengan waktu 1 jam pelajaran kurang dari 45 menit. Dinas Provinsi, dan Kemendikbud sejatinya perlu tanggap dengan kondisi demikian, karena pengelolaan yang buruk ini berdampak pada kompetensi siswa. Sekolah dengan pengelolaan buruk seperti itu dengan alasan apapun tidak perlu diberi bantuan lagi sebelum
bisa memenuhi standar yang sudah ditetapkan.
Guru yang mengajar pada kelas gemuk dimana jumlah siswa > 32 orang dipastikan mengalami kesulitan. Ukuran ruang 72 meter persegi diisi oleh 36-40 siswa tentu saja konsumsi oksigen yang kurang membuat siswa tidak nyaman dan berimplikasi pada sulit konsentrasi ujungnya rame atau malas belajar. Guru protes biasanya kurang didengar kalau terkait dengan kebijakan ekonomis pengelolaan sekolah. Sehingga guru ketika merasa kurang terakomodir eksistensi dirinya akhirnya mengajar apa adanya.
Seorang pendidik yang cerdas tentu tidak akan menyerah dengan kondisi buruk itu, segera akan mencari solusi. Ada 4 hal yang perlu menjadi perhatian dalam menangani kelas gemuk tersebut, yaitu:
1. Tidak Menyerah pada Pengelompokan Kolaboratif
Siswa memerlukan peluang untuk memasuki lingkungan pembelajaranya, bertanya dan menjawab, saling membimbing dan merefleksikan diri lalu saling mentertawakan dirinya masing masing. Hal demikian menjadi kata kunci penting dalam pengelolaan kelas besar. Jika ruang kelas yang padat tidak memungkinkan untuk pengelompokan tiap 3
atau 4 siswa, bisa menggunakan "mitra siku" - dua mahasiswa di dekat.
Teknik ini dilakukan sesering mungkin.
Seperti kita ketahui, dengan ukuran kelas besar, siswa yang pendiam cenderung atau bahkan kurang menggunakan airtime. Dengan kelompok-kelompok
kecil , guru perlu menjaga bahwa sejumlah besar anak-anak berbicara dan
didengarkan. Anda dapat melakukan "turn dan berbicara" meski hanya 27
detik. Banyak yang bisa ditemukan, bertanya-tanya tentang sesuatu, dan dipadatkan
dalam 1 menit.
2. Menerima segala sesuatu menjadi lebih lama
Terimalah bahwa menyajikan dan
mendiskusikan tujuan pembelajaran suatu bab mungkin 20 menit pada kelas kecil,
dan mungkin dua kali lebih lama untuk yang lebih besar ini. Anda mungkin mengeluh ketika Anda bisa
mengajar secara berkualitas dengan
masing-masing siswa atau kelompok, atau ketika Anda bisa memberikan dukungan
langsung dan menyeluruh. Sayangnya, jika dilakukan pada 35 siswa atau lebih di dalam kelas, Anda akan menemukan diri Anda kekurangan waktu sebelum mencapai tujuan
pembelajaran.
Salah satu tips, terutama ketika memeriksa
pemahaman siswa? Strategi seperti thumbs up (jempol ke keatas), atau memiliki siswa memegang 1 sampai
3 jari di dada mereka untuk membiarkan Anda tahu seberapa baik mereka memahami
(1 berarti aku tahu sedikit, 2 aku tahu dan 3 berarti "Aku punya itu!) Penilaian
formatif lain yang instan dan cepat, sedikit basa basi buang waktu. Anda juga
dapat menggunakan exit slip untuk
melihat apakah mereka "mendapatkannya," bertanya satu pertanyaan
strategis tentang pembelajaran hari itu.
Sayangnya, semakin besar ukuran
kelas, semakin banyak hubungan dengan siswa yang ‘menderita’. Pertimbangkan
untuk membuat survei sekali atau dua kali seminggu di mana siswa dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam skala Likert dan juga mengajukan pertanyaan Anda.
Mintalah siswa menulis surat kepada Anda tentang bagaimana belajar mereka,
prestasi mereka, tantangan, dan minat. Tidak perlu salah kaprah bahwa hal itu hanya
merupakan pekerjaan guru BP.
4. Terbiasalah dengan gaduh dan biarlah
Mulailah dengan mantra ini, "Hanya gaduh, bukan berarti mereka tidak belajar, hanya
karena gaduh...". Dimulai dengan atribut
diam untuk berpikir keras untuk belajar
tingkat tinggi. Meski lebih seringnya hanya buat anak-anak yang sesuai dg
kondisi demikian. Jadi silakan, mengambil 37 anak-anak dan menempatkan mereka
dalam kelompok! Beri mereka tugas yang menantang dan beberapa perlengkapan.
Biarlah Gaduh! Menjelajah dari satu kelompok ke kelompok dan jika tiba-tiba
pintu kelas terbuka dan pengawas dari kota/kabupaten
datang, biarkan mereka mendapatkan pemandangan demikian, peserta didik yang antusias! Kecuali pengawas dengan
pemahaman baik tentang pembelajaran yang suka kondisi demikian.
No comments :
Post a Comment