A. Pengertian Multiple
Intelegensi.
Multiple Intelligences yang dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kecerdasan majemuk atau kecerdasan ganda
merupakan salah satu teori kecerdasan yang memperoleh banyak pengakuan
akhir-akhir ini. Teori ini dicetuskan oleh Howard Gardner, psikolog dari
Harvard. Mula-mula Gardner menemukan tujuh jenis kecerdasan tetapi kemudian
mengembangkannya menjadi delapan, dan membahas kemungkinan kecerdasan yang ke
sembilan.
Kecerdasan menurut Gardner diartikan
sebagai suatu kemampuan, dengan proses kelengkapannya, yang sanggup menangani
kandungan masalah yang spesifik di dunia. Meskipun demikian, tidak berarti
bahwa orang yang memiliki jenis kecerdasan tertentu, kecerdasan musikal
misalnya, akan menunjukkan kemampuan
tersebut dalam setiap aspek hidupnya. Dikatakan lebih lanjut bahwa setiap orang
memiliki delapan jenis kecerdasan dalam tingkat yang berbeda-beda. Kedelapan
jenis kecerdasan itu memiliki komponen inti dan
ciri-ciri. Kehadiran ciri-ciri
pada individu menentukan
kadar profil kecerdasannya. Dalam kehidupan nyata,
kecerdasan-kecerdasan itu hadir dan muncul bersama-sama atau berurutan dalam
suatu atau lebih aktivitas. Dalam kasus khusus, ditengarai adanya individu
savant, yakni orang yang memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi pada
satu jenis kecerdasan, namun rendah dalam kecerdasan yang lain.
Dalam dunia pendidikan, teori
multiple intelligences mulai diterima karena dianggap lebih melayani semua
kecerdasan yang dimiliki anak. Konsep MI menjadikan pendidik lebih arif melihat
perbedaan, dan menjadikan anak merasa lebih diterima dan dilayani. Konsep ini
“menghapus” mitos anak cerdas dan tidak cerdas, karena menurut konsep ini,
semua anak hakikatnya cerdas. Hanya saja konsep cerdas itu perlu diredefinisi
dengan landasan baru.
Kecerdasan (intelegensi) adalah
kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga
dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru.
Kecerdasan (Inteligensi) secara umum
dipahami pada dua tingkat yakni : kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk
memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai
kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi
dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk
mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata lain,
orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang
lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya
lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah
kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah)
kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih
cerdas, dan sebaliknya.
Kemampuan kognitif, psikomotor, dan
afektif yang dimiliki seseorang disebut dengan kecerdasan. Howard Garder
mendefinisikan kecerdasan sebagai :
1. Kemampuan memecahkan
masalah yang muncul dalam kehidupan nyata.
2. Kemampuan melahirkan
masalah baru untuk dipecahkan.
3. Kemampuan menyiapkan
atau menawarkan suatu layanan yang bermakna dalam kehidupan kultur tertentu.
Teori kecerdasan
majemuk atau MI memiliki
landasan pengkategorian. Hal ini dimaksudkan agar kedelapan jenis kecerdasan tersebut berkembang sepenuhnya, bukan sekedar bawaan, kemampuan
atau bakat. Kriteria
yang digunakan Gardner adalah
sebagai berikut.
1) Letak dalam Otak
Gadner mengamati bahwa orang-orang yang pernah mengalami kecelakaan atau
penyakit tertentu mempengaruhi wilayah otak tertentu pula. Cedera ini
mengganggu kecerdasan tertentu, tetapi sama sekali tidak mempengaruhi
kecerdasan yang lain. Orang yang mengalami cidera di wilayah Broca (lobus kiri
depan), misalnya, akan mengalamai kesulitan
memproduksi ujaran, tetapi masih
dapat mengerjakan soal matematika, menari,
mengekspresikan perasaan, dan
menjalin hubungan dengan orang lain. Berikut ini merupakan sistem neurologis
dalam otak yang merupakan wilayah primer tiap jenis kecerdasan.
Jenis
Kecerdasan
|
Wilayah Primer dalam Otak
|
Jenis
Kecerdasan
|
Wilayah Primer dalam Otak
|
|
Linguistik
|
Lobus temporal kiri dan lobus bagian depan (termasuk Broca
& Wernicke)
|
Musikal
|
Lobus temporal kanan
|
|
M a t e m a t i s -
Logis
|
Lobus bagian depan kiri dan parietal kanan
|
Interpersonal
|
L o b u s
b
ag i an d ep an ,
l
o b u s t em p
o ral (t eru t am a
h
em i s fer kanan), sistem limbik
|
|
Spasial
|
B agi an bel akang hem i sfer
kanan
|
Intrapersonal
|
L o b u s
b
ag i an d ep an ,
l
o b u s parietal,
sistem limbik
|
|
K i n e s
t e t i k -
Jasmani
|
S erebel um , basal gangl i a, motor
korteks
|
Naturalis
|
Wilayah2 lobus
parietal kiri yg
p e n t ing
u t k m e m b e d a k a n
“makhluk hidup” dg “benda mati”
|
|
2)
Adanya Bukti Personalitas
Gardner memberi contoh profil pada orang-orang
tertentu yang sangat menonjol
pada satu jenis kecerdasan
tertentu, tetapi rendah dalam kecerdasan lain atau savant (seperti
Raymond dalam film Rain Man)
3)
Tiap Kecerdasan Memiliki Waktu Kemunculan dan Perkembangan
Kecerdasan terbentuk melalui
keterlibatan yang
bernilai budaya dan
seseorang (dalam kegiatan itu) mengikuti
pola perkembangan tertentu. Musik berkembang
lebih awal dan bertahan
lama
(sampai tua), kecerdasan
visual dalam
wujud
melukis dapat
muncul pada usia dewasa (seperti kasus nenek moses).
Kecerdasan
|
Kemunculan Perkembangan
|
Kecerdasan
|
Kemunculan Perkembangan
|
Linguistik
|
Meledak pada masa anak-anak
terus berlanjut hingga
usia lanjut
|
Musikal
|
B erkem bang pal i ng awal ,
si
genius kadang mengalami krisis
perkembangan
|
M a t e m a t i s -
Logis
|
Memuncak pada masa remaja dan awal dewasa, menurun setelah 40 tahun
|
Interpersonal
|
Masa kritis tiga tahun pertama
|
Spasial
|
Usi a 9-10 t
ahun dan peka
artistik sampai tua
|
Intrapersonal
|
Pembentukan batas diri dan orang lain masa 3 th pertama
|
Kinestetis
|
B ervariasi,
bergantung pada
k o m p o n e n k e k u a t a n , fleksibilitas, domain gimnastik
|
Naturalis
|
M u n cu l s
ecara d ram at i s
p
ada sebagian anak
dapat dikembangkan melalui sekolah/ pengalaman
|
4)
Sejarah Evolusioner dan Kenyataan Logis Evolusioner
Tiap jenis kecerdasan memiliki
bukti hidtoris, seperti spasial dapat ditemukan pada gambar-gua
Lascaux, irama
terbang serangga waktu mencari bunga, musikal melalui
instrumen musik purba, dan sebagainya.
5)
Dukungan Temuan Psikometrik
Dapat memanfaatkan tes standar untuk menilai
kecerdasan dengan cara yang terkontekstualisasikan (memanfaatkan
skala kecerdasan Wechsler untuk linguistik,
matematis logis, spasial, kinsetetik; dll)
6)
Dukungan Penelitian
Psikologi Eksperimental
7) Tiap Kecerdasan memiliki Rangkaian Cara kerja Dasar
Setiap kecerdasan membutuhkan cara
kerja
tertentu dan dapat
berfungsi menggerakkan kegiatan yang khas pada setiap kecerdasan. Kinestetik misalnya,
bercara dasar kerja
: mampu menirukan gerakan fisik, mampu menguasai gerak rutin
motorik halus dalam menyusun
bangunan.
8)
Kemudahan Menyandikannya ke dalam Sistem Simbol
Setiap kecerdasan punya simbol sendiri-sendiri,
yaitu sebagai berikut:
Kecerdasan
|
Sistem Simbol
|
Kecerdasan
|
Sistem Simbol
|
Linguistik
|
Simbol Fonetis/mis
|
Musikal
|
Notasi musik, kode morse
|
Matematis-Logis
|
Simbol matematis
|
Interpersonal
|
Simbol sosial,
ekspresi, gerak isyarat
|
Spasial
|
S i m
b o l I d e o g r a f i s (tulisan cina),
|
Intrapersonal
|
Simbol diri (dalam
mimpi & karya
seni)
|
Kinestetis
|
Bahasa
Isyarat, Braille
|
Naturalis
|
Klasifikasi, peta habitat
|
Menurut teori multiple intelligences, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Setiap orang memiliki
kedelapan kecerdasan, hanya saja profil tiap orang mungkin
berbeda. Ada yang tinggi pada semua jenis kecerdasan ada
pula yang hanya rata-rata
dan tinggi pada dua atau tiga jenis kecerdasan;
2) Orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan
yang memadai; Kecerdasan
dapat distimulasi, dikembangkan sampai batas tertinggi
melalui pengayaan, dukungan yang baik, dan pengajaran;
3) Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan
dengan cara yang kompleks. Dalam aktivitas
sehari-hari, kecerdasan saling berkaitan dalam
satu rangkain;menendang bola (kinestetik), orientasi diri di lapangan (spasial),
mengajukan protes ke wasit (linguistik dan interpersonal);
4) Ada banyak
cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori
. Seseorang yang cerdas linguistik mungkin tidak pandai menulis, tetapi
pandai bercerita dan berbicara secara memukau.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
seseorang. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang tidak akan semuanya sama
dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki orang lain, karena kemampuan banyak
jenisnya (beranekaragam), dan keanekaragaman dari kemampuan-kemampuan itu
disebut dengan kecerdasan majemuk (multiple intelegensi).
B. Macam-Macam Multiple
Intelegensi.
Kecerdasan
majemuk yang merupakan keanekaragaman kemampuan adalah Kemampuan-kemampuan yang
termasuk dalam sepuluh aspek kecerdasan majemuk (multiple intelegensi) yang
dimiliki masing-masing orang tersebut diatas merupakan potensi intelektual
seseorang untuk dapat mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu
proses pengembangan kognitif, psikomor, dan afektif ketika seseorang berada
pada lingkungan. Menurut Depdiknas (2004) pembelajaran adalah pengembangan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru pada saat seseorang berintegrasi
dengan informasi dan lingkungan.
Multiple Inteligensi: Jenis, Contoh Individu dan Penjelasan
|
Sumber : Diadaptasi oleh Penulis dari : Howard
Gardner. Frame of Mind. : theory of multiple
intelligences. New York: Basic Books. 1983
C. Ciri – Ciri Multiple
Intelegensi.
Howard Gardner
menunjukkan bahwa tiap-tiap kecerdasan memiliki ciri-ciri yang dapat
dikategorikan ke dalam sati jenis kecerdasan tertentu. Apabila dikaitkan dengan
komponen inti adalah sebagai berikut.
1. Verbal/Linguistic
Intelligence
Kecerdasan ini
ditunjukkan dengan kepekaan seseorang pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata,
dan bahasa. Orang atau anak yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai dan
efektif dalam hal.
a) berkomunikasi lisan
& tulis
b) mengarang cerita
c) diskusi &
mengikuti debat suatu masalah
d) belajar bahasa asing
e) bermain “game”
bahasa
f) membaca dengan
pemahaman tinggi
g) mudah mengingat
kutipan, ucapan ahli, pakar, ayat
h) tidak mudah salah
tulis atau salah eja
i) pandai membuat
lelucon
j)
pandai membuat puisi
k) tepat dalam tata
bahasa
l) kaya kosa kata
m) menulis secara jelas
2.
Logical/mathematical Intelligence
Kecerdasan ini
ditandai dengan kepekaan pada pola-pola logis dan memiliki kemampuan mencerna
pola-pola tersebut, termasuk juga numerik serta mampu mengolah alur pemikiran
yang panjang. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung menyukai dan
efektif dalam hal :
a) menghitung,
menganalisis hitungan
b) menemukan
fungsi-fungsi dan hubungan;
c) memperkirakan
d) memprediksi
e) bereksperimen
f) mencari jalan keluar
yang logis
g) menemukan adanya
pola
h) induksi dan deduksi
i) mengorganisasikan/membuat
garis besar
j)
membuat langkah-langkah
k) bermain permainan
yang perlu strategi
l) berpikir abstrak dan
menggunakan simbol abstrak m. menggunakan algoritme
3.
Visual/Spatial Intelligence
Kecerdasan ini
ditandai dengan kepekaan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat dan
mentransformasi persepsi awal. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung
menyukai dan efektif dalam hal :
a) arsitektur, bangunan
b) dekorasi
c) apresiasi seni,
desain, denah
d) membuat dan membaca
chart, peta
e) koordinasi warna
f) membuat bentuk,
patung dan desain tiga dimensi lainnya
g) menciptakan dan
interpretasi grafik
h) desain interior
i) dapat membayangkan
secara detil benda-benda
j)
pandai navigasi, arah
k) melukis, membuat
sketsa
l) bermain game ruang
m) berpikir dalam image
atau bentuk
n) memindahkan bentuk
dalam angan-angan
4.
Bodily/kinesthetic Intelligences
Kecerdasan ini
ditandai dengan kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengelola objek.
Seseorang yang cerdas dalam jenis ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal
:
a) mengekspresikan
dalam mimik atau gaya
b) atletik
c) menari dan menata tari
d) kuat dan terampil
dalam motorik halus
e) koordinasi tangan
dan mata
f) motorik kasar dan
daya tahan
g) mudah belajar dengan
melakukan
h) mudah
memanipulasikan benda-benda (dengan tangannya)
i) membuat gerak-gerik
yang anggun
j)
pandai menggunakan bahasa tubuh
5.
Musical/Rhythmic Intelligence
Kecerdasan ini
ditandai dengan kemampuan menciptakan dan mengapresiasi irama pola titinada,
dan warna nada; apresiasi bentuk-bentuk ekspresi musikal. Seseorang yang cerdas
dalam jenis ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal :
a) menyusun/mengarang
melodi dan lirik
b) bernyanyi kecil,
menyanyi dan bersiul
c) mudah mengenal ritme
d) belajar dan
mengingat dengan irama, lirik
e) menyukai
mendengarkan dan mengapresiasi musik
f) memainkan instrumen
musik
g) mengenali bunyi
instrumen
h) mampu membaca musik (not
balok, dll)
i) mengetukkan tangan,
kaki j. memahami struktur musik
6.
Interpersonal Intelligence
Kecerdasan ini
ditandai dengan kemampuan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati,
temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain.
Seseorang yang cerdas dalam jenis ini cenderung menyukai dan efektif
dalam hal :
a) mengasuh dan
mendidik orang lain
b) berkomunikasi
c) berinteraksi
d) beremphati dan
bersimpati
e) memimpin dan
mengorganisasikan kelompok
f) berteman
g) menyelesaikan dan
menjadi mediator konflik
h) menghormati pendapat
dan hak orang lain
i) melihat sesuatu dari
berbagai sudut pandang
j)
sensitif atau peka pada minat dan motif orang lain
k) kerjasama dalam tim
7. Intrapersonal
Intelligence
Kecerdasan ini
ditandai dengan kemampuan memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan
emosi; pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Seseorang yang cerdas
dalam jenis ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal :
a) berfantasi,
“bermimpi”
b) menjelaskan tata
nilai dan kepercayaan
c) mengontrol perasaan
d) mengembangkan
keyakinan dan opini yang berbeda
e) menyukai waktu untuk
menyendiri, berpikir, dan merenung
f) introspeksi
g) mengetahui dan
mengelola minat dan perasaan
h) mengetahui kekuatan
dan kelemahan diri
i) memotivai diri
j)
mematok tujuan diri yang realistis
k) memahami konflik dan
motivasi diri
8. Naturalist
Intelligence
Kecerdasan ini ditandai dengan
keahlian membedakan anggota-anggota suatu spesies; mengenali eksistensi spesies
lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies, baik secara formal maupun
informal. Seseorang yang cerdas dalam jenis ini cenderung menyukai dan efektif
dalam hal :
a) menganalisis
persamaan dan perbedaan
b) menyukai tumbuhan
dan hewan
c) mengklasifikasi
flora dan fauna
d) mengoleksi flora dan
fauna
e) menemukan pola dalam
alam
f) mengidentifikasi
pola dalam alam
g) melihat sesuatu
dalam alam secara detil
h) meramal cuaca
i) menjaga lingkungan
j)
mengenali berbagai spesies
k) memahami
ketergantungan lingkungan
l) melatih dan
menjinakkan hewan
D. Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Intelegensi.
Intelegensi
tiap individu cenderung berbeda-beda. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain
sebagai berikut:
1. Faktor Bawaan atau
Keturunan.
Faktor ini ditentukan oleh sifat
yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam
memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu,
di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, cukup pintar dan sangat
pintar, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama. Penelitian
membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50.
Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi,
sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka
berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya
0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar
yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi,
walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
2. Faktor Minat dan
Pembawaan yang Khas.
Faktor minat mengarahkan perbuatan
kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri
manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar,sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan
dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Intelegensi bekerja dalam
situasi yang berlain-lainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya mengatasi
persoalan ditentukan pula oleh pembawaan.
3. Faktor Pembentukan
atau Lingkungan.
Pembentukan adalah segala keadaan di
luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat
dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah
atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata
lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti.
Inteligensi tentunya
tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi
yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif
emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
4. Faktor Kematangan.
Tiap organ dalam tubuh manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik mauapun
psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang
hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena
itu, tidak diherankan bila anak anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan
soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, Karena soal soal itu masih
terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang
untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor
umur.
Kecerdasan tidak tetap statis,
tetapi cepat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya intelegensi
sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur dan
kemampuan-kemampuan yang telah dicapai (kematangannya).
5. Faktor Kebebasan.
Hal ini berarti manusia dapat
memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping
kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Kelima faktor di
atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi,
untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau
berpatokan kepada salah satu faktor saja.
E. Pengaruh Intelegensi
Terhadap Keberhasilan Peserta Didik.
Intelegensi seseorang diyakini
sangat berpengaruh pada keberhasilan belajar yang dicapainya. Berdasarkan hasil
penelitian, prestasi belajar biasanya berkolerasi searah dengan tingkat
intelegensi. Artinya, semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin
tinggi prestasi belajar yang dicapainya. Bahkan menurut sebagian besar ahli,
intelegensi merupakan modal utama dalam belajar dan mencapai hasil yang
optimal. Anak yang memiliki skor IQ dibawah 70 tidak mungkin dapat belajar dan
mencapai hasil belajar seperti anak-anak dengan skor IQ normal, apalagi dengan
anak-anak jenius.
Kenyataan menunjukkan bahwa setiap
anak memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut tampak
memberikan warna di dalam kelas. Selama menerima pelajaran yang diberikan guru,
disampaikan oleh guru dan ada pula anak yang
lamban. Perbedaan individu dalam intelegensi ini perlu diketahui dan
dipahami oleh guru, terutama dalam hubungannya dengan pengelompokkan siswa.
Selain itu, guru harus menyesuaikan tujuan pembelajarannya dengan kapasitas
intelegensi siswa. Perbedaan intelegensi yang dimiliki oleh siswa bukan berarti
membuat guru harus memandang rendah pada siswa yang kurang, tetapi guru harus
mengupayakan agar pembelajaran yang diberikan dapat membantu semua siswa, tentu
saja dengan perlakuan metode yang beragam.
Selain itu, perbedaan tersebut juga
tampak dari hasil belajar yang dicapai. Tinggi rendahnya hasil belajar yang
dicapai oleh siswa bergantung pada tinggi rendahnya intelegensi yang dimiliki.
Meski demikian, intelegensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Seperti telah dikemukakan bahwa
banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhinya. Yang terpenting dalam hal ini
adalah guru harus bijaksana dalam menyingkapi perbedaan tersebut.
F. Pengukuran Multiple
Intelegensi
Pengukuran
terhadap inteligensi dikembangkan pada pertengahan abad ke sembilan belas. Tes
inteligensi pertama dikembangkan oleh sepasang dokter asal Perancis, salah
seorang di antara mereka memfokuskan tes tersebut pada kemampuan verbal.
Selanjutnya, Francis Golton (1883), seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris,
mengembangkan teori yang dilandasi keyakinannya bahwa inteligensi merupaka
faktor yang dibawa sejak lahir dan diturunkan. Ia memfokuskan tes
inteligensinya pada kemampuan dalam sensory discrimination (diskriminasi pancaindera). Oleh sebab itu,
untuk mengukur diskriminasi visual maka digunakan garis yang didesain
sedemikian rupa sehingga seolah-olah di antara dua garis ada yang lebih panjang,
akan tetapi, pada hakikatnya tidak. Untuk mengukur diskriminasi pendengaran
diukur melalui kemampuan individu dalam mendengar suaru dalam pitch (tingkat kekerasan suara) yang berbeda. Untuk
mengukur diskriminasi kinesthatic, individu yang dites diminta mengangkat
sejumlah beban ( Papalia & Olds, 1986:241).
Pada
tahun 1890, James McKeen Cattel mengembangkan alat tes inteligensi yang
disebutnya sebagai mental test difokuskan pada(l) waktu yang digunakan dalam berreaksi, (2) makna kata,
(3) ketajaman visual, (4) diskriminasi berat. Tes ini tidak berkembang dengan
baik karena tidak dapat mempridiksi kemampuan individu di perguruan tinggi.
Oleh sebab itu, Cattel tidak meneruskan pengembangan tes tersebut.
Berikut
beberapa macam model pengukuran Multiple Intelegensi :
1)
Binet - Simon Intelligence Scale
Pada
pertengahan ke 19, Alfred Binet, seorang psikologist, yang menjabat Menteri
Pendidikan di Perancis dan koleganya, Teophile Simon, mulai mendesain suatu tes
inteligensi. Tes ini pada mulanya ditujukan untuk mengetahui anak-anak mental
retardasi di antara anak-anak non mental retardasi di kelas, agar anak-anak
tersebut dapat berkembang secara optimal. Tes inteligensi yang dikembangkan
oleh Binet dan Simon menekankan pada keterampilan verbal yang memiliki tingkat
kesulitan yang teratur. Apabila seorang anak dapat menyelesaikan butir tes
sebanyak 80-90 % dari tes yang diperuntukan kelompok usianya misalnya untuk
usia tiga tahun, maka ia dapat dinyatakan memiliki inteligensi sama dengan
usianya atau kemampuan mental atau mental age yang normal. Selanjutnya, tes Binet
menyimpulkan apabila skor tes seorang berada di bawah kemampuan kelompok
seusianya maka anak tersebut dapat dinyatakan sebagai anak yang memiliki
kemampuan mental di bawah normal.
Pada
perkembangan selanjutnya, istilah mental age diganti degan istilah IQ (intelligence
quotient) yang
dinyatakan dalam bentuk angka adalah rasio dari mental age (MA) seorang individu dan chronological atau
usia kronologisnya yang dikalikan dengan 100, seperti di bawah ini.
Operasi rumus tersebut dapat diuraikan dalam
penjelasannya berikut ini.
•
Seorang anak
berusia (CA) 10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan
anak usia 10 tahun maka ia memilikiIQ 100= normal.
•
Seorang anak berusia
(CA) 10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan anak usia 8
tahun maka ia memiliki IQ 80 = di bawah normal
•
Seorang anak
berusia (CA) 10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan
anak usia 12 tahun maka ia memiliki IQ 120 = di atas normal
Distribusi skor tes
IQ pada populasi umum berbentuk kurva normal, yang berarti bahwa sebagian besar skor
berada ditengah kurva dan sedikit demi sedikit menuju ujung kurva, seperti yang
digambarkan di jelaskan uraian yang berikutnya.
2)
Stanford - Binet Intelligence Test
Pada tahun
1916, Lewis Terman merevisi Binet - Simon
Intelligence Scale agar bisa
digunakan di USA. Revisi tersebut dilakukan di Stanford University. Oleh sebab
itu tes inteligensi yang telah direvisi tersebut dikenal dengan istilah Stanford -
Binet Intelligence Scale. Dalam pelaksanaannya tes ini diadministrasikan secara individual dan
dikenal dengan istilah intelligence quotient atau IQ yang merupakan rasio antara mental
age (MA) dan chronological age (CA). Selanjutnya , the Stanford Binet pada saat ini dipakai untuk menghitung skor
inteligensi yang terkenal dengan istilah the standard age score, yang dalam pelaksanaannya menggunakan ide
Galton tentang distribusi normal dari karakteristik inteligensi manusia.
The Stanford
Binet Intelligence Scale memiliki banyak keuntungan, akan tetapi, juga mengandung banyak kelemahan.
Keuntungan yang diberikan oleh tes tersebut antara lain adalah bahwa tes
tersebut memberikan standard baku tentang tes inteligensi yang sangat valid
dalam menjelaskan inteligensi seorang individu. Kelemahan tes ini adalah karena
keinginan tes tersebut untuk menditeksi individu yang diklasifikasikan sebagai
individu gifted, sehingga tes ini menjadi sangat sulit.
3)
Wechsler Inteligence Scales
Wechsler intelligence scale biasa disebut deviation IQ
individual, yang
ditetapkan berdasarkan skor tes inteligensi yang diperoleh oleh individu dan
hubungannya dengan skor inteligensi individu normal. Pada hal-hal tertentu
lebih baik dari pada Stanford Binet Test karena dapat mencapai rentangan umur dari rentang umur
anak sampai umur dewasa dan berisi subtes - subtes yang dapat menganalisis pola
skor individual.
Wechsler intelligence tests, yang mencakup Wechsler Adul Intelligence Scale (WAIS), Wechsler Inteligence
Scale for Children Reviset (WISC-R), dan Wechsler
preschool and primary scale of intelligent ( WPPSI). Ketiga
jenis tes inteligensi tersebut digunakan secara luas hampir di seluruh dunia di
luar asessment intelegensi yangdigunakan dalam bidang neuropsychological
assessments.
4)
Wechsler Adult Intelligence Scale
Wechsler
mempublikasikan versi WAIS pertama pada 1939 pada waktu itu dikenal dengan Wechsler -
Bellevue. Selanjutnya
direvisi menjadi WAIS-III (edition ke tiga yang direvisi pada tahun 1997).
Sejak kematian Wechsler pada tahun 1981, tes ini direvisi oleh penerbitnya
yaitu the Psychological Corporation.
Landasan teori
yang menjadi dasar pengembangan WAIS dan Wechsler antara lainnya adalah
keyakinannya bahwa inteligensi merupakan suatu hal yang bersifat rumit yang
melibatkan berbagai jenis kemampuan. Oleh sebab itu, intelgensi bersifat multifaceted atau multi bentuk. Dengan demikiansuatu tes
yang digunakan untuk mengukur kemampuan inteligensi individu harus dapat
merefleksikan multiskill yang dimiliki individu tersebut.
Berdasarkan
keyakinannya tentang inteligensi yang bersifat multifaceted, Wechsler mengembangkan alat ukur tingkat
inteligensi yang dapat merefleksikan sifat inteligensi yang multifaceted tersebut. Tes yang dikembangkannya terdiri
dari dua bagian utama yaitu verbal and performance
test. Untuk mengolah skor yang
diperoleh dari tes tersebut, ia menggunakan teknik statistik yaitu analisis
faktor yang bertujuan untuk menganalisis dan menentukan skill spesifik yang
terdapat dalam dua bagian utama inteligensi yang dikembangkanya.
The WAIS-III
terdiri dari empat belas sub tes yang harus diselesaikandalam waktu 60-75
menit. Tes tersebut diadministrasikan secara individual. Setiap sub tes
diberikan secara terpisah dan bergerak dari item tes yang mudah ke item tes
yang sulit. Tes dapat dihentikan sebelum waktunya, apabila peserta tes telah
menunjukkan kemampuan optimalnya.
Item tes WAIS mencakup pengetahuan umum,
aritmatik, kosa kata melengkapi gambar yang belum lengkap, menyusun balok dan
gambar dan menyusun objek.
5)
Wechsler Intelligence Scale for Children
Wechsler Intelligence Scale for Chikdren atau WISC bukan hanya dikembangkan dalam
bentuk tes inteligensi, akan tetapi,
juga dikembangkan untuk kebutuhan klinik, yang dapat digunakan oleh para
praktisi untuk mendiagnosa ADHD atau attention-deficit
hyperactivity disorder dan kesulitan belajar atau learning
disabilities. Dalam penggunaannya, penentuan kelainan yang dialami
individu tersebut dilakukan dengan jalan menganalisis proses yang disebut pattern
analysis, yang dilakukan dengan membandingkan berbagai skor tes
yang diperoleh individu tersebut dengan hasil tes yang rendah dari kelompok
skor tertentu yang ada dalam tes tersebut (Wechsler , 2003). Walaupuan
demikian, hasil penelitian tidak menunjukkan hasil yang efektif dalam
mendiagnosa ADHD atau learning disabilities. Anak ADHD yang mengikuti WISC
secara umum tidak menunjukkan skor yang rendah dan memperlihatkan pola skor
yang sama dengan non ADHD. Demikian pula halnya dengan anak yang mengalami learning
diabilities (Wechsler & Naglieri, 2006). Oleh sebab itu, untuk
mendiagnosa anak yang berkebutuhan khusus disarankan untuk menggunakan multi-test
battery atau serangkaian multi tes yang diberikan secara berurutan. Jenis multi
tes ini dapat menditeksi gejala yang berkaitan dengan masalah belajar dan
dampaknya pada kepribadian siswa. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan
belajar biasanya memiliki kesulitan dalam emosi, dan menjadi sangat emosional,
sulit memusatkan perhatian dan menunjukkan kelainan perilaku.
Anak yang mengalami
ADD or ADHD memperlihatkan gejala kesulitan belajar karena ketidakmampuannya
dalam memusatkan perhatian, menunjukkan kesulitan belajar bahkan retardasi
mental. Dengan demikian, untuk menentukan kelainan yang terjadi pada anak maka
perlu melakukan serangkaian tes, seperti interview, tes kesehatan, tes
neurology, laporan orang tua, dll, bukan hanya tes inteligensi (Sattler, 2008).
Berdasarkan uraian
tersebut di atas, maka WISC hanya cocok untuk mengevaluasi inteligensi, bukan
untuk mendiagnosa anak
berkebutuhan khusus. WISC sangat efektif untuk menunjukkan
diskrepensi atau ketimpangan antara skor inteligensi dengan pencapai
hasil belajar anak di sekolah. Untuk
mengetahui kelainan atau kebutuhan khusus yang dimilik anak dapat dilakukan
multi tes seperti Woodcock Johnson III atau Wechsle Individual
Achievement Test II.
WISC-IV merupakan
revisi dari WISC III yang dapa digunakan untuk mengukur dan menilai perkembangan kognitif anak. Perkembangan
kognitif tersebut dibandingkan dengan usia kronologi anak. Dengan membandingkan
data yang diperoleh dari WISC IV dengan data hasil tes lain maka WISC IV dapat
memberikan informasi tentang perkembangan kognitif anak dan perkembangan
psikologinya sebagai individu. Skor yang rendah memperlihatkan adanya faktor ;
berkaitan dengan adanya kesulitan dalam bidang social atau bidang lainnya.
6)
Rimary Scale Of Intelligence
Wechsler Preschool and Primary Scale Of Intelligence atau WPPSI adalah suatu tes yang dibuat dengan
beraneka warna yang menarik perhatian anak. Tes ini digunakan untuk mengukur IQ
umum, Verbal IQ, Performance IQ, and Processing Speed dan General Language
Composite. WPPSI
merupakan tes yang dapat digunakan untuk memprediksi IQ anak. WPPSI terdari
dari serangkaian tes sebagai berikut
(Jepsen: 2009)
1.
Full Scale IQ (FSIQ) yang sangat reliabel atau dipercaya untuk
digunakan dan menggambarkan fungsi intelektual umum, seperti kemampuan dalam
menerima informasi, kosa kata, dan alasan
yang rasional.
2.
Verbal IQ (VIQ) untuk mengetahui kemampuan dalam memperoleh
pengetahuan atau acquired knowledge, kemampuan mengemukakan alasan rasional atau verbal
reasoning and comprehension
atentition atau perhatian
terhadap sitmulus verbal.
3.
Performance IQ (PIQ) untuk mengetahui kelancaran mengemukakan alasan rasional atau fluid reasoning, proses spasial atau spatial processing, ketelitian terhadap detail attentiveness to detail, and dan integrasi visual motor atauvisual motor integration. Tes ini dilakukan dengan memberikan pada anak tugas-tugas yang berkaitan dengan Block Design, Matrix Reasoning, Picture Concepts.
4.
Verbal IQ Sub
Tests terdiri dari:
Ø Information untuk mengukur kemampuan mengingat fakta yang
telah dipelajari melalui interaksi dengan lingkungan
Ø Vocabulary untuk mengukur kemampuan dalam pemahaman
verbal dan pemahaman terhadap alasan yang rasional.
5.
Performance IQ
Sub Tests
Ø Block Design untuk mengukur kemampuan analisis dan
memproduksi kembali berbagai desain abstrak dengan menggunakan balok.
Ø Matrix Reasoning untuk mengukur kemampuan mengemukakan alasan
verbal secara rasional, pemahaman verbal seca komprehensif, kemampuan untuk
mensintesis berbagai jenis informasi yang berbeda, abstraksi verbal, kemampuan
kognitif untuk mengetahui kemampuan dalam mengemukakan berbagai alternatif
konsep.
Ø Picture
Concepts untuk mengukur
kemampuan terhadap ide yang abstrak, dan kemampuan melakukan kategorisasi
secara rasional.
WPPSI secara rinci disajikan pada uraian berikut ini.
Ø Comprehension untuk mengukur
konseptualisasi dan kemampuan mengemukakan alasan rasional, kemampuan
mengevaluasi berbagai pengalaman untuk digunakan dalam pemecahan masalah,
ekspresi verbal dan kemampuan dalam menggunakan berbagai informasi praktis yang
digunakan dalam kehidupan sehari - hari. Kemampuan dalam berbagai pemahaman ;
melibatkan pengetahuan tentang perilaku standar, pertimbangan sosial,
kematangan dan pendapat umum
Ø Picture
Completion untuk mengukur persepsi visual, pengaturan peristiwa secara resional, konsentrasi, pemahaman tentang objek visual secara
detail.
Ø Similarities untuk mengukur kemampuan mengemukakan alasan
verbal secara rasional dan pemahaman terhadap formasi konsep.Tes ini mencakup
auditory comprehension, memory distinguishing between nonessential and
essential, and verbal expression.
Ø Receptive
Vocabulary untuk mengukur kemampuan dalam memahami perintah verbal, diskriminasi visual
danauditori, auditorimemori, proses auditori, dan integrasi persepsi visual
dengan input auditori. Kemampuanmelibatkan phonological memory and working memory.
Ø Object
Assemblyuntukmengukurkemampuandalammengaturpersepsi visual, integrasi and
mensintesisbagianbagianmenjadisatukesatuan yang mengandungarti, alasanrasional
yang ditampilkansecara non verbal, dan trial and error learning.Kemampuaninimelibatkan
spatial ability, visual-motor coordination, cognitive flexibility, and
persistence.
Ø Picture Naming untuk mengukur
kemampuan dalam ekpresi bahasa kemampuan menarik informasi yang tersimpan dalam long memory dan kemampuan dalam
asosiasi stimulus visual yang disajikan bersamaan dengan stimulus bahasa.
PENYEBARAN SKOR
IQ DALAM KURVA NORMAL
Selanjutnya
jumlah individu yang berada di sekitar mean atau nilai rata-rata digambarkan
melalui kurva normal di bawah ini.
Berdasarkan tes
inteligensi yang dikembangkan oleh Wechsler maka sebaran skor IQ dapat dilihat
dalam kurva normal berikut ini.
|
Klasifikasi IQ Menurut Terman
Rodrigo de la
Jara (http://www.iqcomparisonsite.com/IQBasics.aspx) menguraikan klasifikasi IQ menurut Terman yang biasa
dikenal dalam masyakat dan yang biasa digunakan dalam bidang pendidikan,
seperti di bawah ini.
Klasifikasi IQ menurut Terman
SkorIQ
|
Klasifikasi
|
140 ke atas
|
Genius or
near genius
|
120-140
|
Very superior
|
110-120
|
Superior
|
90-110
|
Normal or
average intelligence
|
80-90
|
Dullness
|
70-80
|
Borderline
deficiency
|
Di bawah 70
|
Definite
feeble-mindedness
|
SkorIQ
|
Klasifikasi
IQ
|
70-80
|
Borderline
deficiency
|
50-69
|
Moron
|
20-49
|
Imbecile
|
below 20
|
Idiot
|
Klasifikasi kelainan mental yang biasa
digunakan dalam pendidikan adalah sebagai berikut.
Klasifikasi Mental Retardasi Berdasarkan
Pandangan Pendidikan
Skor IQ
|
Klasifikasi
IQ
|
50-69
|
Mild
|
35-49
|
Moderate
|
20-34
|
Severe
|
below 20
|
Profound
|
G. Kecerdasan Emosional
Emotional
Intelligence atau EQ adalah temuan baru yang berkaitan dengan inteligensi yang
dikemukakan oleh Daniel Goleman pada tahun 1995 melalui bukunya yang berjudul
'Emotional Intelligence’. Teori tentang EQ pada mulanya dikembangkan oleh
Howard Gardner (Harvard) Peter Salovey (Yale) and John 'Jack' Mayer (New
Hampshire) dalam rentang waktu antara 1970-1980 yang dikomunikasikan melalui
tulisan-tulisan mereka. EQ yang dikembangkan oleh Gardner banyak digunakan
dalam pengembangan organisasi dan pengembangan manusia karena prisip - prinsip
EQ yang dikembangkannya menghasilkan cara baru dalam memahami dan mengukur
perilaku manusia, gaya manajemen sikap, keterampilan interpersonal, dan potensi
kecerdasan emosi. EQ merupakan hal yang penting dalam mempertimbangkan
perekrutan calon. pegawai, dan perencanaan yang dilakukan di dalam bagian
pengembagan sumber daya manusia, penyelesain pekerjaan, interview dan seleksi
sumber daya manusia.
Chapman ( 2000
- 2009 ) melalui berbagai tulisannya menguraikan EQ yang dikembangkan oleh
Golleman seperti yang disajikan sebagai berikut.
Emotional Intelligence secara kuat berkaitan dengan konsep kasih sayang, saling memperhatikan dan
spritual yang perlu ada di dalam lingkungan kerja serta multiple
intelligences yang dapat
mengukur kapasitas emosi serta nilai - nilai yang diyakini individu yang
terefleksi dalam perilakunya.
EQ dikembangkan karena IQ merupakan konsep
yang sangat terbatas dalam menjelaskan kemampuan manusia. EQ dapat menjelaskan
secara luas tenang kesuksesan manusia dalam hidupnya. Kesukseksan individu
membutuhkan kemampuan yang lebih dari IQ yang cenderung menggunakan pengukuran inteligensi secara
konvensional dan mengabaikan berbagai hal penting yang mendasari perilaku dan
elemen - elemen ; berkaitan dengan karakter. Dalam kenyataan banyak individu
yang secara kemampuan IQ dinyatakan sebagai individu yang briliant, akan tetapi tidak cerdas dalam bidang sosial
dan hubungan interpersonal. Hal ini menyebabkan individu tersebut terhambat
dalam mencapai perkembangan dirinya secara optimal. Dengan demikian, IQ tinggi
tidak berkorelasi secara langsung dengan kesuksesan.
Emotional
inteligence terdiri dari
dua aspek yaitu:
1)
Aspek yang
berkaitan dengan pemahaman terhadap diri sendiri, seperti : tujuan hidup, arti hidup, respon terhadap
perilaku, dll
2)
Aspek yang
berkaitan dengan pemahaman terhadap perasaan orang lain
Menurut Goleman, EQ terdiri dari lima domain
yaitu :
1)
Knowing your emotions atau pemahaman terhadap emosi sendiri
2)
Managing your own emotions atau pengelolaan emosi sendiri
3)
Motivating yourself atau memotivasi diri sendiri
4)
Recognising and
understanding other people s emotions atau memahami perasaan orang lain.
5)
Managing relationships, menata hubungan dengan orang lain yang dapat
dilakukan dengan jalan memahami perasaan orang lain atau empati.
Emotional
Intelligence melibatkan
sejumlah bentuk perilaku, bentuk emosi, dan berbagai bentuk komunikasi. Untuk
memahami hal-hal tersebut maka perlu dipelajari teori-teori yang berkaitan
dengan embraces and draws from numerous other branches of behavioural, emotional and NLP (Neuro
Linguistic Programming), Transactional Analysis, and empathy. Dengan memahami teori-teori yang berkaitan
dengan EQ maka sesorang akan lebih produktif dan sukses. Selanjutnya, proses
dan produk EQ juga melibatkan pengetahuandanketerampilandalammengurangi stress,
konflik, meningkatkan hubungan antara manusia, stabilitas, keberlanjutan dan
keharmonisan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa EQ mempersyaratkan
kompetensi personal seperti : (1) self awarenes atau keadaran terhadap diri sendiri, self
regulation atau kemampuan
mengatur diri sendiri, dan motivasi ; (2) kompetensi sosial yaitu sosial
awareness atau kesadaran
sosial dan keterampilan sosial.
Rambu-Rambu dalam Meningkatkan EQ di
Lingkungan Kerja
Cary Cherniss and Daniel Goleman (Chapman,
2009) mengembangkan dan mempromosikan pedoman dalam meningkatkan EQ, khususnya
di lingkungan kerja, seperti yang diuraikan pada bagian berikut ini.
ü Paving the way atau membuka jalan :
ü assess the
organization's needs ( melakukan assessmen terhadap kebutuhan organisasi)
ü assessing the
individual ( melakukan
assessment terhadap individu yang ada dalam organisasi)
ü delivering
assessments with care ( menyampaikan hasil assessmen dengan hati-hati)
ü maximising
learning choice ( meningkatkan
pilihan belajar)
ü encouraging participation (mendorong
partisipasi)
ü Personal values (nilai - nilai personal)
ü adjusting individual expectations ( menyesuaikan
harapan indivic
ü assessing
readiness and motivation for EQ develops ( melakukan asssessmen terhadap kesiapan dan motivasi ui
melaksanakan EQ)
ü Doing the work
of change atau melakukan
perubahan kerja
ü foster
relationships between EQ trainers and learners ( mendoi hubungan antara pelatih EQ dengan
peserta latihan)
ü self-directed change and learning setting
goals (mengaral perubahan diri dan tujuan belajar)
ü breaking goals
down into achievable steps (menguraikan tujuai dalam langkah-langkah kecil yang dapat dicapai)
ü providing opportunities for practice (menyediakan
kesemp untuk latihan)
ü give feedback (memberikan umpan balik)
ü using
experiential methods (mengunakan metoda yang dikembanj berdasarkan pengalaman)
ü build in
support (membangun dukungan dari
dalam)
ü use models and
examples (menggunakan
berbagai model berbagai contoh)
ü encourage
insight and self-awareness (mendorong pemahaman kesadaran terhadap diri sendiri)
ü Encourage transfer and maintenance of change (peruba berkelanjutan)
ü encourage
application of new learning in jobs ( mendrong pener a hasil belajar yang berkaitan dengan pekeijaan )
ü develop
organizational culture that supports lean (mengembangkan buaya organisasi yang mendukung belajar)
ü Evaluating the change - did it work ?
(evalusai keberhasilan perubahan) dengan jalan mengevaluasi
akibat perubahan terhi individu dan
organisasi
ü Kemampuan untuk mengambil berkah dari
pengalaman sehari-hari
ü Kemampuan
untuk menerapkan sumber - sumber dalam memecahkan masalah
ü Kemampuan
untuk menjadi lebih baik
Intelligence sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan dalam
pikiran dan spririt dan hubunganya dengan manusia di dalam dunia. Spiritual
intelligence mengadung implikasi yang berkaitan dengan pemahaman yang mendalam
tentang keberadaan manusia di dunia dan pemahaman tersebul terserap dalam
berbagai tingkat kesadaran manusia. Spritual intelligence menyangkut kesadaran
tentang kenyataan-kenyataan yang ada di bumi yang merefleksikan kreativitas
suatu kekuatan besar yang dapat dilihat dari berbaga: perubahan alam yang ada,
seperti hal-hal yang berkaitan dengan debu yang menjadi kristal,
tumbuh-tumbuhan, hewan dan keberadaan manusia. Spritua intelligence bukan hanya
sekedar sesuatu yang berkaitan dengan menta ability, akan tetapi, berkaitan
dengan sesuatu yang bersifat transedental atat diluar akal dan kemampuan
manusia yang menuju kepada Maha PenciptJ bumi dan segala isinya yaitu Allah.
H. Kecerdasan Spiritual
Spirituality
berkaitan dengan apa yang paling penting dalam pengalaman manusia yaitu
berbagai kemampuan dan keterampilan dalam memberdayakan sesorang untuk hidup
secara harmonis dengan nilai hidup yang tinggi dan bergeser dari ketidak
mampuan untuk menjawab ke arah tujuan hidup yang jelas (Bowell, 2010), yang
meliputi :
·
Hati yang
terbuka dan fleksibel
·
Enthusiasm,
·
Kesadaran
terhadap pengalaman saat ini dan kehadiran Tuhan
·
Penghargaan
terhadap penerapan nilai-nilai agama
·
Berpedoman
terhadap nilai-nilai tradisional dan keragaman etnik.
Zohar and Marshall (1997) mengemukakan bahwa
istilah spirtual intelligence. (SQ) atau kecerdasan spritual sebagai kemampuan yang membuat sesorang
mampu melakukan integrasi kehidupannya yang mencakup arti hidup, tujuan hidup
dan motivasi untuk hidup. Pada hakikatnya, SQ tidak langsung behubungan dengan
agama akan tetapi langsung berhubungan dengan sistem adaptasi yang memberikan
kehidupan, seperti faktor yang berkaitan dengan biologi, kemampuan melakukan
adaptasi biologi sehingga terhindar dari cheos atau kebuntuan hidup. Spritual
intelligence memiliki
prinsip-prisip sebagai berikut:
·
Kesadaran akan
diri sendiri yaitu pengetahuan terhadap nilai yang diyakini dan apa yang
memberikan motivasi hidup.
·
Spontanitas
yaitu hidup dengan memberikan respon terhadap masa dan keadaan yang dihadapi
·
Memiliki visi
dan nilai yang ditunjukkan melalui keyakinan dan prinsij hidup
·
Melihat sesuatu
secara keseluruhan dengan jalan memahami secara lua pola - pola hubungan yang
mengandung makna dan perasaan memiliki.
·
Gairah hidup
yaitu memiliki kualitas perasaan yang baik dan empati
·
Memahami
perbedaan dengan j alan menghargai orang lain dan perbec yang dimilikinya
·
Mandiri yaitu
kemampuan untuk merlawan arus dengan orang bar dan tidak tergantung pada
pengaruh satu orang
·
Kemanusiaan
yaitu memiliki kemampuan untuk mengambil peran di kehidupan
·
Kemampuan untuk
mengajukan berbagai pertanyaan yang ber fundamental, seperti "mengapa ?
" yang membutuhkan pemaha terhadap sesuatu secara mendalam
·
Kemampuan untuk
membingkai kembali pengalaman-pengalaman i lalu dalam konteks yang lebih
bermakna
·
Secara positif
dapat memanfaatkan berbagai perbedaan dengan j belajar melalui kesalahan
·
Kesediaan untuk
memberikan pelayanan dan memberikan ses yang bernilai
Robert Emmons (2000) melakukan adaptasi dengan
menggun berbagai informasi yang berkaitan dengan spiritual
inteligence mendefii spritual
intelligence sebagai
kemampuan yang digunakan dalam ra memecahkan masalah sehari-hari. Ia
mengemukakan limakomponen spi inteligence seperti yang disajikan di bawah ini.
·
Kemampuan
mentransformasikan sesuatu yang bersifat fisik ke d sesuatu yang bersifat
transendental.
·
Kemampuan untuk
memberikan penekanan terhadap berbagai pengali yang dialami secara sadar
I.
Impilikasi Multiple Intelegensi
dalam Pendidikan
Dengan berkembangnya konsep multiple
intelligences dan dengan diterimanya teori tersebut dalam dunia pendidikan,
maka mau tidak mau pendidik perlu membantu tumbuh kembang anak dalam berbagai
rencana, pelaksanaan, dan evaluasi program yang memberi wadah bagi perkembangan
semua jenis kecerdasan mereka. Tugas ini menjadi sedemikian penting mengingat
perkembangan dan perwujudan semua jenis kecerdasan tersebut esensial bagi anak
dalam mengatasi permasalahan-permasalahan dalam kehidupan, dan memperoleh
kehidupan itu sendiri.
Dalam konsep MI, perbedaan
individual peserta didik diterima dan dilayani dengan suatu keyakinan berpijak
sebagaimana dinyatakan Howard Gardner bahwa “ kita semua begitu berbeda karena
pada hakikatnya kita memiliki kombinasi inteligensi yang berbeda. Jika kita
sadari hal ini, setidaknya kita lebih berpeluang untuk mampu mengatasi secara
tepat berbagai problem yang
kita hadapi dalam
hidup di dunia.
Aplikasi MI dalam pendidikan akan menyebabkan pendidik
lebih arif dan mampu menghargai serta memfasilitasi perkembangan anak.
Untuk menerapkan teori multipel intelegensi
dalam program pembelajaran diperlukan usaha yang serius dari guru. Guru harus
membiasakan diri mengembangkan program pelajaran yang berorientasi pada siswa
bukan pada materi atau dirinya sendiri. Tujuannya adalah untuk memudahkan guru
dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat yang dapat mengembangkan
intelegensi siswa secara maksimal. Mengingat multipel intelegensi belum
memasyarakat, maka hal ini akan menjadi penghambat bagi guru untuk
memasukkannya pada saat menyusun program pembelajaran.
Program pembelajaran pengertiannya
lebih luas dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran terbatas pada
aktivitas guru dan siswa di kelas saja, sedangkan pengertian program
pembelajaran adalah menyeluruh mulai dari rencana pembelajaran, kegiatan
pembelajaran sampai dengan produk hasil dari pengembangan program pembelajaran.
Program pembelajaran berbentuk produk ini dapat berupa kegiatan pembelajaran
langsung atau tatap muka, tetapi dapat juga berbentuk program video, audio, dan
sebagainya.
Garner menjelaskan bahwa setiap
intelegensi bekerja dalam sistem otak yang relatif otonom. Artinya setiap
intelegensi mengelola informasi secara parsial, namun pada saat mengeluarkannya
memproduksi kembali kedelapan intelegensi yang ada, intelegensi tersebut bekerja
sama secara unik untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan. Di dekolah, guru
adalah orang yang berkepentingan dalam mengembangkan program-program
pembelajaran dikelasnya. Dalam mengembangkannya guru dimungkinkan untuk
mengembangkan strategi embelajaran yang inovatif dan kreatif dalam dunia
pendidikan, salah satunya adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran
berbasis multipel intelegensi.
Menurut Amstrong dalam Robinson
(2004), strategi pembelajaran berbasis multipel intelegensi ini merupakan suatu
upaya mengoptimalkan berbagai intelegensi yang dimiliki setiap siswa untuk
mencapai kompetensi tertentu yang dituntut dalam kurikulum. Pada prakteknya
strategi pembelajaran berbasis multipel intelegensi ini memacu kecerdasan yang
menonjol pada diri siswa seoptimal mungkin, dan berupaya mempertahankan
intelegensi lainnya pada standar minimal yang dituntut sekolah. Dengan kata
lain, penerapan strategi multipel intelegensi dalam pengembangan
program-program pembelajaran menguntungkan bagi siswa. Siswa akan berkembang
sesuai dengan jati dirinya yang potensial pada salah satu atau lebih
intelegensi yang dimilikinya.
Adapun langkah-langkah yang dapat
digunakan dalam menerapkan strategi pembelajaran berbasis multipel intelegensi
antara lain:
1) Memberdayakan semua
intelegensi yang dimiliki setiap siswa.
Memberdayakan semua intelegensi pada
setiap mata pelajaran adalah ibarat meng-input melalui jalur ke dalam otak
memori siswa. Contoh perhatikan TIK berikut: siswa dapat mempelajari proses
fotosintesis melalui tujuh cara/intelegensi. Intelegensi yang mencakup TIK
tersebut adalah intelegensi bahasa, logis-matematis, musik, kinestik,
interpersonal dan intrapersonal. Dengan demikian, tingkat belajar siswa akan
lebih tinggi dibanding jika siswa hanya membaca buku atau mendengar penjelasan
dari guru saja.
2) Mengoptimalkan
pecapaian mata pelajaran tertentu berdasarkan intelegensi yang menonjol pada
setiap siswa.
Langkah ini dapat diterapkan jika
guru telah mengidentifikasi inteelegensi apa yang menonjol pada siswa-siswanya.
Dengan demikian strategi pembelajaran yang dipilih lebih bersifat individual
atau personal. Untuk siswa yang lebih menonjol intelegensi bahasanya, maka guru
harus merancang program pembelajaran yang merangsang dan mengembangkan
intelegensi siswa dalam kemampuan berbahas, dan seterusnya.
Pada kenyataannya, pengembangan
program-program pembelajaran yang merupakan teori multipel intelegensi tidaklah
mudah, terutama mencakup evaluasinya. Evaluasinya harus multi asesmen artinya
penilaian harus bervariasi dan dapat memberikan banyak motivasi dan merupakan
penilaian yang menarik. Untuk mewujudkan evaluasi yang multipel asesmen
tidaklah mudah. Dalam pembelajaran berbasis multipel intelegensi penilaian
membatasi atau bahkan mengurangi penggunaan skor tes sebagai penilaian tunggal.
Penggunaan pola-pola penilaian alternatif sehingga semua unsur mendapat
perhatian yang optimal, baik tentang hasil belajar siswa maupun tentang
pengembangan intelegensi siswa.
Hambatan yang mungkin dialami guru
pada saat pengembangan program pembelajaran yang menerapkan teori multipel
intelegensi, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Guru belum mempunyai
wawasan yang cukup tentang multipel intelegensi;
2) Guru butuh dukungan
dari pimpinan sekolah atau pengelola sekolah untuk mengembangkan program-program
pembelajaran yang berbasisi multipel intelegensi karena untuk persiapan
pengembangan program pembelajaran memerlukan waktu lama serta bimbingan
narasumber;
3) Dukungan dari
sekolah yang belum maksimal, dalam penyediaan sarana belajar seperti alat
peraga atau media pembelajaran dan ruang belajar yang kondusif dan lain-lain
tergantung kegiatan-kegiatan apa yang akan dilaksanakan serta sumber materi apa
yang akan digunakan.
J. Beberapa Penggunaan
yang Keliru dan Aplikasi Teori Multiple Intelligences
Baru-baru ini Howard Gardner
mendeskripsikan tentang aplikasi-aplikasi positif dan negatif teorinya.
Kutipan-kutipan berikutadalah pemyataannya tentang subjek yang bersangkutan.
Penggunaan
yang Keliru:
1.
Berusaha
mengajarkan semua konsep atau subjek dengan menggunakan seluruh inteligensi:
"Tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa setiap subjek dapat didekati
secara efektif paling sedikit dengan tujuh cara, dan buang waktu dan tenaga
sia-sia bila berusaha melakukannya."
2.
Berasumsi bahwa
menerapkan salah satu inteligensi tertentu saja sudah cukup, tak peduli
bagaimana Anda menggunakannya: Untuk inteligensi jasmaniah-kinestetik,
misalnya, "gerakan acak otot-otot tidak ada hubungannya dengan
pengembangan pikiran."
3.
Menggunakan salah satu inteligensi
sebagai latar belakang untuk kegiatan-kegiatan lain, misalnya bermain musik sambil mengerjakan
soal-soal matematika: "Fungsi musik kemungkinan besartidak berbeda dengan
bunyi tetesan air dari keran atau desis kipas angin yang berputar"
4.
Mencampurkan inteligensi-inteligensi
dengan kualitas- kualitas yang diharapkan lainnya. Sebagai contoh, inteligensi interpersonal
"sering kali disimpangkan sebagai lisensi untuk belajar-kooperatif"
dan inteligensi
5.
intrapersonal "sering kali disimpangkan sebagai dasar untuk program-
program self-esteem."
6.
Menggunakan salah satu Inteligensi
sebagai latar belakang untuk kegiatan-kegiatan lain, misalnya bermain musik sambil mengerjakan
soal-soal matematika: "Fungsi musik kemungkinan besar tidak berbeda dengan
bunyi tetesan air dari keran atau desis kipas angin yang berputar."
Penggunaan yang
Baik:
1) Pengembangan
kapabilitas-kapabilitasyang diharapkan: "Sekolah seharusnya mengembangkan
ketrampilan dan kapabilitas yang dianggap berharga di dalam komunitas dan
masyarakatyanglebih luas."
2) Mendekati sebuah
konsep, subjek, disiplin dengan beragam cara: Sekolah berusaha mencakup terialu
banyak hal. "Jauh lebih masuk akal untuk menghabiskan waktu yang cukup
banyak untuk konsep kunci, ide generatif, dan pertanyaan esensial dan
memungkinkan siswa untuk menjadi familier dengan gagasan-gagasan itu dan
implikasinya."
3) Personalisasi
pendidikan: inti perspeksif Ml (multiple intelligences)—secara teoretik maupun
praktis—adalah menganggap serius perbedaan manusia."
No comments :
Post a Comment