Seorang guru karena tugasnya mengajar, membimbing, mendidik dan melatih, sudah barang tentu perlu memiliki modal dasar untuk melakukan itu semua. Ilmu yang diajarkan sampai perguruan merupakan modal awal untuk terus berkembang. Ilmu konten, psikologi, metodologi dan paedagogik diasumsikan dikuasai sehingga dinyatakan lulus sebagai sarjana. Tahun-tahun pertama mengajar konten dipelajari karena khawatir tidak bisa menjelaskan dan mendapat malu oleh siswa. Metodologi diperoleh dari berbagai maraknya perubahan kurikulum atau melalui pertemuan di MGMP atau learning comunity. Psikologis anak sesungguhnya takkalah penting untuk dipelajari, namun ilmu tersebut biasanya dipelajari dari guru senior dengan memperhatikan bagaimana menangani berbagai permasalahanya. Ilmu ini dipelajari learning by doing dan bahkan try and eror. Tentu pembelajaran dengan metode ini kurang begitu efektif dan efisien. Karena kaidah pengalaman merupakan guru yang terbaik lah menjadikanya metode ini tetap bertahan.
Membaca tidak hanya berarti memegang buku dan sibuk dengan untaian kalimat. Membaca bisa berarti menelaah, mendalami, meneliti, menyampaikan dan mengetahui ciri-cirinya.
Menelaah baik itu fenomena alam, sosial, karakter siswa atau guru yang lain pekerjaan siswa dan sebagainya merupakan metode baca juga. Seorang guru perlu lebih banyak merenung dari apa yang akan dan telah dilakukan di depan kelas bersama siswa siswinya. Tidak sedikit kita menemukan guru yang dari dulu hingga sekarang begitu begitu saja kurang berkembang dan membosankan. Boleh jadi salah satunya karena kurangnya kegiatan membaca. Ketika siswa sudah jenuh dan enggan meneruskan pembelajaran tentu perlu metode lain yang lebih kreatif bukanya malah dipulangkan atau gurunya memaksa dengan marah marah.
No comments :
Post a Comment